Sebuah laporan terbaru Pentagon menyatakan China memiliki lebih dari 400 hulu ledak nuklir, hampir dua kali lipat persenjataan nuklirnya dalam waktu dua tahun saja. Laporan itu juga menyatakan tahun lalu China mleuncurkan sekitar 135 rudal balistik untuk uji coba dan pelatihan, “lebih dari gabungan seluruh rudal balistik di dunia,” kecuali rudal balistik yang diluncurkan di zona konflik seperti Ukraina.
Bradley Bowman di Foundation for Defense of Democracies mengatakan, “Jika seseorang mengkaji kemampuan dan kapasitas persenjataan rudal China, itu menakjubkan.”
Pentagon menyebut China sebagai tantangan berkelanjutan
Ketua Kepala Staf Gabungan Amerika Jendral Mark Milley mengatakan, “China adalah satu-satunya negara di luar sana yang secara geopolitik memiliki potensi kekuatan untuk menjadi tantangan signifikan bagi Amerika, dan memang demikian adanya.”
Menurut laporan tersebut, China telah meningkatkan apa yang oleh Pentagon disebut sebagai perilaku militer yang “tidak aman” dan “tidak professional” terhadap Amerika dan sekutu-sekutunya di wilayah itu. Khususnya, sebagaimana ditunjukkan oleh analis Bradley Bowman, terhadap Taiwan.
“Mereka menolak mengesampingkan penggunaan kekuatan militer terhadap Taiwan. Mereka secara eksplisit menolak melakukan hal itu dan mereka berjanji akan mengambil tindakan (terhadap Taiwan), yang berarti mereka akan melakukan apa yang disampaikannya. Ini berarti mereka bersiap untuk berpotensi melakukan serangan terhadap Taiwan,” jelasnya.
Petangon mengatakan potensi serangan itu tidak dalam waktu dekat, meskipun baru-baru ini ada agresi. Juru Bicara Pentagon Brigjen. Pat Ryder mengatakan, “Sebagaimana yang disoroti dalam laporan itu, kami tidak yakin akan segera terjadi invasi (China ke Taiwan).”
Tetapi seorang pejabat senior pertahanan mengatakan kepada wartawan bahwa China telah menciptakan situasi normal baru dalam hal aktivitas militer di sekitar Taiwan.
Segera setelah lawatan Ketua DPR Amerika Nancy Pelosi ke Taiwan bulan Agustus lalu, China meningkatkan latihan, peluncuran rudal dan penyebrangan selat. Hal-hal tersebut kini mulai berkurang, meskipun tetap rutin dilakukan, tambah pejabat itu. Sebelum lawatan Pelosi, China hanya meningkatkan hal ini pada saat-saat tertentu.
Dalam Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN di Kamboja pekan lalu, Menteri Pertahanan China Wei Fenghe mengatakan kepada Menteri Pertahanan Amerika Llyod Austin bahwa China menganggap Taiwan sebagai “garis merah.” Agresi itu telah meluas ke kawasan lain, termasuk ke Laut Cina Selatan, di mana USS Chancellorsville menyelesaikan operasi kebebasan navigasi untuk mempromosikan perjalanan yang bebas di perairan internasional yang dilalui oleh separuh armada kargo dunia, yang setiap tahun bernilai triliunan dolar.
“Saya mengetahui ada laporan-laporan bahwa China menolak kehadiran kapal kita di kawasan itu. Hal itu tidak benar. Kami tetap berlayar, terbang dan beroperasi di mana pun hukum internasional mengizinkannya,” imbuhnya Brigjen. Pat Ryder.
China mengklaim sebagian besar kawasan perairan itu sebagai wilayahnya dan telah mengesampingkan putusan pengadilan internasional yang menyatakan bahwa China tidak memiliki hak bersejarah atas Laut Cina Selatan. [em/ab]
Forum