Foto-foto satelit baru menunjukkan China membuat kemajuan pesat dalam membangun landasan udara di Laut Cina Selatan yang bisa digunakan militer. Menanggapi itu, presiden Filipina mengatakan sengketa atas laut tersebut adalah masalah global karena kedekatannya dengan jalur pelayaran penting.
Presiden Filipina Benigno Aquino hari Jumat mengatakan upaya China mereklamasi tujuh pulau di Kepulauan Spratly menjadi pulau-pulau buatan bukan hanya masalah kawasan. Menurutnya, itu adalah masalah dunia karena 40 persen perdagangan global melewati Laut Cina Selatan.
IHS Jane’s Defense Weekly pekan ini menerbitkan foto-foto, yang diambil akhir Maret lalu, menunjukkan landasan pacu yang hampir jadi di bagian Fiery Cross Reef yang direklamasi. Media analisis keamanan itu juga mengatakan foto-foto menunjukkan pulau-pulau buatan di Subi Reef sedang dijadikan satu dengan pengerukan supaya bisa membentuk landasan lain.
China menyatakan memiliki kedaulatan atas hampir semua pulau dan perairan Laut Cina Selatan. Dalam briefing reguler hari Jumat, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hong Lei mengatakan pembangunan dilakukan di "wilayah kedaulatan China."
Ia mengatakan, "Itu wajar, bisa dimengerti dan sah di mata hukum. Pembangunan itu tidak menarget atau mengganggu negara manapun. Kami berharap negara-negara yang terkait dan pihak-pihak yang relevan bisa mempertimbangkan hal ini."
Pekan lalu China mengatakan pembangunan itu diperlukan untuk tujuan sipil dan "kebutuhan pertahanan militer yang diperlukan." Pernyataan itu membuat pejabat pertahanan Filipina menuduh China mengubah lingkungan keamanan laut yang disengketakan tersebut.
Kepada Komisi Angkatan Bersenjata di Kongres, Panglima Komando Pasifik Amerika Laksamana Samuel Locklear hari Kamis mengatakan upaya ambisius China mereklamasi laut meningkatkan kekhawatiran keamanan dan bisa mengakibatkan China menguasai jalur perairan penting dan strategis itu.
Hari Jumat puluhan demonstran mencerca reklamasi tersebut di kedutaan China di Manila.
Filipina dan Vietnam sama-sama mengklaim terumbu yang sedang direklamasi, ditambah pulau-pulau lain di seluruh laut tersebut. Brunei, Malaysia dan Taiwan juga memiliki klaim tumpang tindih di sana. Laut tersebut kaya biota laut, berpotensi cadangan karbon yang sangat besar dan jalur laut perdagangan dengan lebih dari lima triliun dolar per tahun.
Awal pekan ini, menteri-menteri luar negeri dari tujuh negara industri dunia mengecam upaya reklamasi lahan oleh China, yang menurut mereka meningkatkan ketegangan. Kelompok G7 juga menyerukan Kode Etik yang mengikat di Laut Cina Selatan, usulan yang sudah lama dibahas tetapi mandek antara lain karena keberatan China.
Presiden Filipina Benigno Aquino hari Jumat mengatakan ia berencana kembali mendesakkan diloloskannya Kode Etik itu dalam KTT ASEAN di Malaysia akhir bulan ini.