Mengangkat tema 'Hiduplah sebagai Sahabat bagi Semua Orang' umat kristiani diharapkan mewujudkan cinta kasih dan solidaritas Natal dalam kepedulian untuk membantu masyarakat Sulawesi Tengah terdampak bencana alam.
Misa dan ibadah malam Natal di sejumlah gereja di Sigi, Sulawesi Tengah berlangsung aman dan lancar. Di gereja Katolik Stasi Sidera, sekitar 150 jemaat memadati bangunan gereja yang telah mulai digunakan pada awal Desember 2019, meskipun sebagian dinding bagian depan gereja itu belum selesai dikerjakan.
Pastor Joy Derry dari Paroki Gereja Katolik Santa Maria kepada VOA, mengatakan Natal dilakukan secara sederhana diantara keprihatinan kondisi masyarakat yang belum sepenuhnya pulih pasca bencana alam gempa bumi, tsunami dan likuefaksi pada 28 September 2018 silam. Para penyintas bencana masih banyak yang dihadapkan pada persoalan hunian dan kesulitan ekonomi karena hilangnya mata pencaharian.
“Tapi bukan berarti pergumulan masyarakat sudah selesai, sudah habis, karena masih masih banyak juga masyarakat yang di tenda-tenda pengungsian, banyak masyarakat yang tinggal di rumah yang tidak layak huni,” kata Joy Derry usai memimpin misa di gereja yang berjarak 12 kilometer arah selatan dari kota Palu itu.
Direktur Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Manado itu berharap dengan tema “Hiduplah sebagai Sahabat bagi Semua Orang,” umat Kristiani mewujudkan cinta kasih dan solidaritas Natal dalam kepedulian untuk membantu masyarakat Sulawesi Tengah yang terdampak bencana.
“Sumber air yang bersih itu banyak yang masih rusak, bahkan juga untuk mata pencaharian kebanyakan itu adalah masyarakat petani di desa-desa Sigi Donggala itu adalah kebanyakan petani. Jadi kita-kita yang merayakan natal juga tetap juga masih teringat dengan saudara-saudara yang masih bergumul dalam bidang sosial seperti itu”
Menurutnya perlu keterlibatan semua pihak, termasuk organisasi kemanusian dalam dan luar negeri, untuk terus ikut membantu pemulihan Sulawesi Tengah pascabencana alam, khususnya pada pemulihan ekonomi masyarakat.
“Mudah-mudahan seperti jaringan Caritas (organisasi kemanusiaan gereja Katolik) baik jaringan Caritas di keuskupan, maupun Caritas Indonesia dan Internasional, kiranya wujud dari semangat cinta kasih dan solidaritas natal masih tetap diwujudkan, memasuki tahun 2020.”
Warga Korban Likuefaksi Tak Kuasa Menahan Tangis
Tidak jauh dari Gereja Katolik, 160 jemaat Patmos Jono’oge Gereja Protestan Indonesia Donggala (GPID) khusyuk mengikuti ibadah malam Natal di bangunan sederhana yang terbuat dari bahan kalsiboard dan rangka baja.Sebagian diantaranya adalah penyintas bencana yang selamat dari bencana likuefaksi di desa Jono’oge pada 28 September 2018 silam.
Salah seorang jemaat, Natola Laoli terlihat sesekali menyeka matanya diantara lagu-lagu natal yang dinyanyikan malam itu.Hari itu adalah tahun kedua, merayakan natal tanpa istrinya, yang meninggal dunia akibat lumpur likuefaksi. Jenazah istrinya – bersama seorang keponakannya – itu tidak pernah ditemukan. Natola mengungkapkan kehilangan istrinya dalam bencana alam itu sangat berat bagi dirinya dan ketiga anak perempuannya, tapi dukungan banyak pihak, membuat keluarganya tetap tegar.
“Dengan bencana itu saya pribadi lebih mendekatkan diri kepada Yang Kuasa, memaknai Natal bahwa kelahiran Yesus itu memberikan kekuatan yang baru, memberikan kemampuan untuk menerima yang terjadi,” kata Natola.
Selain kehilangan anggota keluarga, Natola juga kehilangan warung makan serta rumah tempat tinggal. Hingga kini dia masih tinggal di hunian sementara di desa Lolu Kabupaten Sigi. Menurutnya setahun lebih pascabencana alam di Sulawesi Tengah, pemerintah penting untuk membantu upaya pemulihan perekonomian masyarakat yang umumnya terpuruk karena kehilangan mata pencaharian, apalagi dengan situasi tidak berfungsinya saluran irigasi gumbasa menyebabkan areal pertanian tidak dapat diolah oleh petani. (yl/em)