Detasemen Khusus 88 Antiteror Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terus beroperasi mencari sekaligus memburu jaringan teroris di tanah air. Dalam dua pekan saja, pasukan antiteror ini berhasil menangkap 27 terduga teroris.
Dalam jumpa pers di kantornya, Senin (6/11), Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menjelaskan mereka yang ditangkap termasuk dari kelompok Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) Jambi, JAT Solo dan Kendal, Jawa Tengah, JAT Jawa Timur, Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Makassar, Sulawesi Selatan, dan MIT Bima, Nusa Tenggara Barat. Selain itu, yang ikut ditangkap adalah lima orang jihadis asal Indonesia yang baru dideportasi dari Turki.
"Pada saat dilakukan penangkapan (terhadap anggota MIT Bima), dua orang di antaranya meninggal dunia karena melakukan perlawanan dengan menggunakan senjata api," kata Wasisto.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Polri Brigadir Jenderal Rikwanto menjelaskan mereka yang ditangkap adalah orang-orang yang pernah terlibat dalam kegiatan terorisme di beragam tempat, khususnya di Bima, Nusa Tenggara Barat.
Rikwanto menambahkan penangkapan itu merupakan hasil penelusuran yangdilakukan Detasemen Khusus 88. Selain itu, pasukan antiteror tersebut juga menyita barang bukti dari para terduga teroris, termasuk senjata api buatan dan senjata api modifikasi.
Dia menambahkan 27 terduga teroris yang ditangkap tersebut merupakan bagian dari kelompok-kelompok teror yang ada di Indonesia.
"Mereka memang secara fisik tidak memiliki keterkaitan satu sama lain tapi kalau dipahami ada namanya sistem sel yang di antara mereka saling terkait juga, dengan Bahrun Naim misalnya. Jadi ada beberapa yang memang saling terkait tapi kelompok-kelompoknya berbeda," kata Brigadir Jenderal Rikwanto.
Lebih lanjut Kepala Biro Penerangan Umum Markas Besar Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan mereka yang ditahan adalah YH, 31 tahun, ditangkap di Pekanbaru, Riau, karena mengikuti kegiatan pelatihan semi militer dan merencanakan teror terhadap kantor polisi di Pekanbaru.
Lalu WA, 42 tahun, dibekuk di Pekanbaru, merupakan pemimpin JAT di Pekanbaru dan memotivasi para anak buahnya. Kemudian BST, 31 tahun, ditangkap di Pekanbaru, anggota kelompok JAT Riau, karena menyiapkan rencana teror di Pekanbaru.
Sedangkan MD, 42 tahun, ditangkap di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, memiliki keahlian membuat bom pipa, melakukan pelatihan pembuatan bom, dan telah membuat hampir 20 bom pipa.
Berikutnya adalah MK, 32 tahun, ditangkap di Kendal, Jawa Tengah, karena mendanai pengiriman orang untuk bertempur di Poso, Sulawesi Tengah. HA, 19 tahun, dibekuk di Sukoharjo, Jawa Tengah, dan merupakan anggota JAT Jawa tengah, serta mengetahui serangan teror bom molotov di Solo.
Kemudian Alwi, 32 tahun, ditangkap di Ponorogo, Jawa Timur, karena masuk dalam kelompok Bahrun Naim dan berencana melakukan serangan bom bunuh diri. NK, 35 tahun, ditangkap di Kampar, Riau, juga anggota JAT, karena mendukung aksi-aksi teror dan mendapat dua senjata api rakitan yang akan digunakan untuk melakukan serangan teror.
Lalu HA, 33 tahun, ditangkap di Kampar, Riau, karena akan melakukan serangan bom bunuh diri dengan sasaran kantor polisi.
Menurut Martinus, dalam penangkapan terhadap para anggota MIT Bima, lelaki berinisial MA dan RA meninggal dalam baku tembak. Anggota MIT Bima yang berhasil dibekuk adalah MIT, AH, JA, AR, YA, RJ, HMM, BA, SR, SU, dan IM. Mereka terlibat dalam penembakan polisi di Bima pada 11 September lalu.
Martinus menyatakan Detasemen Khusus 88 juga menahan lima jihadis yang dideportasi dari Turki karena diduga terkait dengan kelompok teroris. Mereka adalah MH (24 tahun), MID (43 tahun), LW (34 tahun), SA (41 tahun), dan AMH (24 tahun).
Pengamat Terorisme dari Universitas Malikussaleh, Aceh Al Chaidar mengakui masih adanya eksistensi kelompok-kelompok teroris di Indonesia. Meski demikian, Al Chaidar meyakini polisi akan terus melakukan langkah antisipasi untuk mencegah terjadinya teror.
"Setahu saya kelompok-kelompok teror selama ini belum melakukan tindakan-tindakan serangan bom. Itu kebanyakan berasal dari organisasi-organisasi lokal seperti JAD, JAK, JADKN dan kelompok-kelompok lain yang ada di Sulawesi dan juga Kalimantan," kata Al Chaidar.
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto menegaskan Detasemen Khusus 88 melakukan tindakan menangkap para terduga teroris untuk mencegah mereka melakukan serangan teror yang merugikan masyarakat. [fw/lt]