Debat kedua antara calon presiden Partai Republik Donald Trump dan calon presiden Partai Demokrat Hillary Clinton bisa jadi merupakan debat presiden paling sengit dalam sejarah politik Amerika, tetapi beberapa analis mengatakan hal itu tampaknya tidak mengubah fakta bahwa Clinton telah melaju jauh di muka Trump satu bulan sebelum pemilu 8 November.
Trump – bilyuner real-estat yang baru pertama kali bertarung untuk memperebutkan posisi di Gedung Putih – menepiskan sebuah rekaman pembicaran tahun 2005 yang disiarkan oleh suratkabar Washington Post Jum’at lalu (7/10) di mana ia menyampaikan pernyataan-pernyataan cabul tentang perempuan, dengan membual bahwa ia bisa meraba-raba mereka karena ia terkenal.
Dalam debat Minggu malam (9/10) Trump mengatakan bahwa itu hanya “pembicaraan di kamar ganti pakaian” atau “locker room talk”, meskipun ia mengaku “sangat malu” dengan pernyataannya itu dan membencinya.
“Ya inilah Donald Trump yang sebenarnya,” ujar Clinton – yang sedang berupaya menjadi presiden perempuan pertama di Amerika.
Dalam konferensi melalui telefon hari Senin (10/10), petinggi Partai Republik yang juga Ketua DPR Paul Ryan mengatakan kepada mitra-mitranya di Partai Republik bahwa ia tidak lagi akan membela pernyataan-pernyataan Trump yang kerap kasar dan telah menyinggung banyak pemilih, dan sebaliknya akan memusatkan perhatian untuk berkampanye bagi tokoh-tokoh Partai Republik guna mempertahankan mayoritas kursi di DPR.
Salah seorang yang mendengar pernyataannya mengatakan Ryan tidak menarik dukungannya bagi dari Trump tetapi tidak akan berkampanye untuknya. Ryan mengatakan kepada anggota-anggota faksi Republik di DPR “untuk melakukan yang terbaik di distrik” mereka. [em/ii]