JAKARTA —
Menteri Perdagangan RI, Gita Wirjawan mengakui kegiatan ekspor Indonesia ke berbagai negara terus turun sepanjang tahun ini dan impor mengalami peningkatan. Dalam jumpa pers di Jakarta, Jum'at (7/12), Menteri Gita Wirjawan mengatakan telah terjadi perubahan terkait komoditas impor dari semula impor kebutuhan konsumsi, sepanjang tahun ini lebih didominasi impor bahan baku. Kondisi tersebut menandakan adanya peningkatan aktivitas pengolahan produk-produk lokal diantaranya makanan, minuman, sepatu dan pakaian.
“Untuk sepuluh bulan pertama sebetulnya kalau yang non migas itu surplus $2,7 miliar. Yang migas defisit 3,4 (miliar dollar). Namun kalau kita kupas lagi, impor non migasnya kebanyakan terkait dengan kenaikan impor bahan baku dan barang modal. Kalau bahan baku kenaikannya dua puluh sekian persen, barang modal kenaikannya hampir 10 persen. Sedangkan impor produk konsumsi, turun 1,6 persen dibandingkan tahun lalu. Jadi ini artinya kita sudah mulai bisa memproses produk-produk disini yang bisa dikonsumsi di dalam negeri dan substitusi impor itu sudah mulai terjadi,” kata Menteri Gita Wiryawan.
Sementara itu, Ketua Umum Apindo, Sofyan Wanandi menilai pemerintah belum serius mengatasi pengaruh kondisi ekonomi global yang saat ini dianggap lemah terhadap perekonomian di dalam negeri. Akibatnya para pengusaha mengalami kesulitan terutama dalam memasarkan produk-produk lokal.
Menurunnya pesanan dari negara-negara lain terhadap produk buatan Indonesia serta semakin banyak produk impor masuk ke Indonesia membuat pengusaha sulit bersaing dengan investor asing.
“Pasti kita akan lakukan rasionalisasi. Pengusaha-pengusaha itu pasti nggak bisa bersaing, dia akan tutup, (dan dia) akan jadi importir saja. Yang pasti, dia akan kurangi buruhnya. Karena kalau dia rugi, dia nggak bisa terus-terusan bertahan, 'kan?,” kata Sofyan Wanandi.
Sofyan Wanandi mengingatkan, pemerintah harus segera berupaya menekan defisit neraca perdagangan karena akan berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia, diantaranya angka pengangguran meningkat akibat beberapa pabrik tutup.
Sepanjang Januari hingga Oktober 2012 neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar US$500 juta. Ekspor produk-produk buatan Indonesia ke berbagai negara sepanjang Januari hingga Oktober 2012 sebesar US$158,5 miliar, sementara impor sebesar US$159 miliar.
Tingginya kegiatan impor dibanding ekspor juga dikhawatirkan kalangan pengusaha dan pengamat akan menekan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika.
Meningkatnya impor membuat kebutuhan dolar Amerika semakin tinggi, sementara pasokan dolar Amerika dari kegiatan ekspor menurun. Dolar Amerika semakin banyak diburu dan nilai tukar rupiah stagnan bahkan cenderung melemah.
“Untuk sepuluh bulan pertama sebetulnya kalau yang non migas itu surplus $2,7 miliar. Yang migas defisit 3,4 (miliar dollar). Namun kalau kita kupas lagi, impor non migasnya kebanyakan terkait dengan kenaikan impor bahan baku dan barang modal. Kalau bahan baku kenaikannya dua puluh sekian persen, barang modal kenaikannya hampir 10 persen. Sedangkan impor produk konsumsi, turun 1,6 persen dibandingkan tahun lalu. Jadi ini artinya kita sudah mulai bisa memproses produk-produk disini yang bisa dikonsumsi di dalam negeri dan substitusi impor itu sudah mulai terjadi,” kata Menteri Gita Wiryawan.
Sementara itu, Ketua Umum Apindo, Sofyan Wanandi menilai pemerintah belum serius mengatasi pengaruh kondisi ekonomi global yang saat ini dianggap lemah terhadap perekonomian di dalam negeri. Akibatnya para pengusaha mengalami kesulitan terutama dalam memasarkan produk-produk lokal.
Menurunnya pesanan dari negara-negara lain terhadap produk buatan Indonesia serta semakin banyak produk impor masuk ke Indonesia membuat pengusaha sulit bersaing dengan investor asing.
“Pasti kita akan lakukan rasionalisasi. Pengusaha-pengusaha itu pasti nggak bisa bersaing, dia akan tutup, (dan dia) akan jadi importir saja. Yang pasti, dia akan kurangi buruhnya. Karena kalau dia rugi, dia nggak bisa terus-terusan bertahan, 'kan?,” kata Sofyan Wanandi.
Sofyan Wanandi mengingatkan, pemerintah harus segera berupaya menekan defisit neraca perdagangan karena akan berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia, diantaranya angka pengangguran meningkat akibat beberapa pabrik tutup.
Sepanjang Januari hingga Oktober 2012 neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar US$500 juta. Ekspor produk-produk buatan Indonesia ke berbagai negara sepanjang Januari hingga Oktober 2012 sebesar US$158,5 miliar, sementara impor sebesar US$159 miliar.
Tingginya kegiatan impor dibanding ekspor juga dikhawatirkan kalangan pengusaha dan pengamat akan menekan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika.
Meningkatnya impor membuat kebutuhan dolar Amerika semakin tinggi, sementara pasokan dolar Amerika dari kegiatan ekspor menurun. Dolar Amerika semakin banyak diburu dan nilai tukar rupiah stagnan bahkan cenderung melemah.