Menjelang pelaksanaan pemilu serentak pada 17 April, sejumlah ketegangan terjadi melalui serangkaian hoaks dan pernyataan provokatif yang dilontarkan oleh sejumlah elite. Mulai dari hoaks tujuh kontainer surat suara yang dicoblos hingga adanya mobilisasi warga asing untuk ikut memilih.
Bukan hanya itu, Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais juga menyatakan akan mengerahkan massa jika timnya menemukan bukti kecurangan pemilu secara sistematis, terukur dan masif. Gerakan tersebut mengarah kepada Komisi Pemilihan umum (KPU).
Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Atmajaya, Yogyakarta, Riawan Tjandra kepada VOA. Rabu (16/4) menilai pernyataan mantan Ketua Umum PAN itu merupakan sebuah peringatan atau kritik agar pemilu berjalan secara baik dan bersih tanpa kecurangan. Dia belum melihat hal itu sebagai upaya mendelegitimasi pemilu.
Kritik ini lanjutnya telah disikapi dengan kinerja yang lebih baik dari pengawas pemilu. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) baru-baru ini menemukan adanya politik uang yang terjadi di sejumlah daerah seperti Jakarta dan beberapa daerah lainnya.
Menurutnya delegitimasi pemilu tidak boleh terjadi karena akan sangat membahayakan demokrasi di Indonesia. Yang dirugikan dari upaya ini tambahnya adalah seluruh warga Indonesia.
Penggunaan Kekuatan Massa untuk Tolak Hasil Pemilu Bertentangan dengan Demokrasi
Jika penggunaan people power atau kekuatan massa dilakukan untuk tidak mengakui hasil pemilu di luar jalur hukum kata Riawan hal itu bertentangan dengan apa yang telah diperjuangkan mantan Ketua Umum PAN tersebut sendiri pada masa reformasi yaitu memperjuangkan sistem konstitusional dimana perubahan-perubahan harus dilakukan melalui konstitusi.
Apabila ada ketidakpuasan pada hasil pemilu atau menemukan pelanggaran pada pesta demokrasi maka lanjut Riawan bisa mengajukan upaya pengajuan pemeriksaan hasil pemilihan umum ke Mahkamah Konstitusi dalam batas waktu 3x24 jam sejak pengumuman resmi oleh KPU.
“Yang jelas mereka (MK) akan menilai apakah perbedaan suara signifikan yang menyebabkan bukti-bukti adanya pelanggaran pemilu yang bersifat struktur, masif dan sistematis. Kalau itu terjadi nanti MK akan menyatakan bahwa pemilu di daerah atau wilayah tertentu harus diulang,” tambah Riawan.
Ketua Kamar Tata Usaha Negara Mahkamah Agung, Supandi mengatakan di bidang penyelenggaraan pemilu terdapat empat kemungkinan pelanggaran yaitu pelanggaran kode etik, pelanggaran administrasi, sengketa pemilu, dan tindak pidana pemilu.
Menurutnya, pelanggaran administrasi pemilu harus diselesaikan sebelum masa pencoblosan. Pelanggaran ini tambahnya ditangani oleh Bawaslu. Jika ada pelanggaran lanjutnya maka akan dicoret dari pencalonannya. Pencoretan itu bisa dibawa ke Mahkamah Agung dan lembaga tersebut akan memutuskan tidak lebih dari 15 hari.
Sedangkan, apabila terdapat pelanggaran tindak pidana pemilu maka sebelum ditingkatkan status ke persidangan, pelanggaran ini ditangani Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) yang terdiri dari unsur Bawaslu, Kejaksaan dan Polri.
Nantinya, apabila sudah masuk ke persidangan, maka proses persidangan akan ditunjuk hakim khusus yang sudah ditunjuk sesuai dengan keputusan Ketua MA. Sementara itu, apabila terdapat ketidakpuasan terhadap hasil pemilu, maka lanjutnya dapat mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
KPU Tak Perlu Takut Hadapai Ancaman People Power
Mantan Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD mengatakan, KPU tidak perlu takut menghadapi ancaman demi kesuksesan pemilu, salah satunya soal ancaman gerakan people power jika ada kecurangan di pemilu.
“People power itu untuk apa, kita kan punya mekanisme hukum. Kalau people power itu kecurigaannya karena KPU curang menyedot suara, itu tidak mungkin menurut mekanisme dan undang-undang, tidak mungkin,” tandas Mahfud.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman mengatakan lembaganya tidak pernah anti kritik tetapi ketika tuduhan itu tidak berdasar dan cenderung bohong maka publik harus diberitahu.
“Saya meyakini sejak tahapan awal pelaksanaan pemilu ini pasti banyak isu-isu beredar, bisa benar bisa salah. Awalnya saya melihat biasa saja, itu tidak usah ditanggapi lama-lama habis. Tapi kemudian isunya meningkat kemudian substansinya menurut saya sudah mengganggu makanya kemudian dalam beberapa isu yang ini harus dilaporkan ke aparat penegak hukum,” ujar Arief.
Arief menambahkan lembaganya bekerja secara profesional, bersih dan transparan. (fw/em)