Tautan-tautan Akses

Demi Independensi KPK, Pakar Usul Pimpinan KPK di Luar Unsur Penegak Hukum


Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. (Foto courtesy: KPK)
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. (Foto courtesy: KPK)

Bakal calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan lolos penilaian profil didominasi oleh penegak hukum. Meski belum tentu terpilih dalam tahapan seleksi selanjutnya, situasi itu menimbulkan kekhawatiran akan potensi konflik kepentingan dalam penanganan korupsi di masa mendatang sebagaimana yang terjadi pada periode sebelumnya.

JAKARTA - Panitia seleksi (Pansel) Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK telah mengumumkan 20 nama bakal calon pimpinan dan 20 nama calon anggota Dewan Pengawas KPK yang lolos seleksi penilaian profil. Selanjutnya mereka akan mengikuti seleksi tahap berikutnya, yaitu wawancara serta tes kesehatan jasmani dan rohani.

Sembilan dari 20 bakal calon pimpinan KPK itu berasal dari unsur penegak hukum. Antara lain Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK/Polri Agung Widjanarko, Kapolda Kalimantan Tengah Djoko Poerwanto, Jaksa Fungsional Kejaksaan Agung Fitroh Rohcahyanto, Wakil Ketua KPK dari Kejaksaan Agung Johanis Tanak, dan Pelaksana Tugas Deputi III Kemenko Polhukam/Kejaksaan Agung, Sugeng Purnomo.

Pengamat: Belajar dari Periode Sebelumnya, Dominasi Unsur Aparat dalam KPK Justru Hambat Kinerja

Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mengaku tidak kaget dengan banyaknya calon pimpinan KPK yang berasal dari kalangan penegak hukum. Pasalnya, kerangka berfikir pemerintah atau “rezim” saat ini, ujarnya, selalu beranggapan harus ada unsur kepolisian dan kejaksaan di dalam KPK. Padahal belajar dari masalah yang menyelimuti KPK di beberapa periode sebelumnya, keberadaan unsur kepolisian dan kejaksaan justru malah menghambat kerja-kerja komisi antirasuah itu.

Herdiansyah Hamzah, akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda, Kaltim. (Foto dok pribadi)
Herdiansyah Hamzah, akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda, Kaltim. (Foto dok pribadi)

“Kasus korupsi pengadaan simulator SIM Korlantas Polri, kasus rekening gendut Komjen Budi Gunawan, kasus cicak vs buaya dan lain sebagainya itu mengkonfirmasi bahwa keberadaan unsur kepolisian dan kejaksaan itu justru, alih-alih mengefektifkan kerja-kerja KPK itu malah menghambat kerja-kerja KPK. Itu soal konflik kepentingan,” ujarnya saat diwawancarai VOA.

Hal lain yang diperkirakan bakal membelenggu adalah afiliasi para kandidat tersebut. Herdiansyah mengatakan jika mereka yang berasal dari kepolisian dan kejaksaan terpilih menjadi pimpinan KPK maka kinerjanya tidak akan efektif karena bekerja dengan dua kaki – di KPK dan sekaligus instansi afiliasinya.

Ditambahkannya, keberadaan unsur kepolisian dan kejaksaan lebih seperti upaya mengkooptasi KPK.

“Artinya kepolisian dan kejaksaan yang kemudian menjadi perpanjangan tangan dari pemerintahan kan pada akhirnya. Kepolisian dan kejaksaan di bawah koordinasi presiden nah kemudian apalagi dengan porsi gemuk, nah itu mengkhawatirkan menurut saya,” tegasnya seraya menggarisbawahi perlunya mencari sosok di luar unsur aparat penegak hukum. “Jika hal ini tidak bisa dihindari, setidaknya komposisinya tidak dominan.”

ICW: UU KPK Tidak Wajibkan Unsur Penegak Hukum Isi Struktur Kepemimpinan

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana. (Foto: Kurnia)
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana. (Foto: Kurnia)

Diwawancarai secara terpisah, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK tidak mewajibkan unsur aparat penegak hukum untuk mengisi struktur kepemimpinan KPK, sehingga mengherankan ketika ini yang menjadi pilihan Pansel Capim KPK.

Senada dengan Herdiansyah, Kurnia Ramadhana menilai keberadaan lebih banyak unsur kepolisian dan kejaksaan sebagai alternatif pimpinan KPK dan dewan pengawasnya kelak, membuka ruang konflik kepentingan dan loyalitas ganda. Hal ini tidak saja akan menyulitkan langkah hukum yang akan diambil badan ini kelak, tetapi juga menjaga independensinya.

“Selain itu, tidak ada jaminan yang bisa diberikan Pansel KPK bahwa calon pimpinan dari penegak hukum tersebut hanya akan tunduk pada perintah undang-undang. Bila afiliasinya dari polisi dan jaksa ungkapnya maka loyalitas mereka berada di dua kaki. Intinya dia bekerja untuk siapa? Kan menjadi kabur,” tanyanya.

Supaya KPK Independen, Pimpinan KPK Sebelumnya Berharap Tak Ada Perwakilan dari Mana Pun

Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo telah meminta Presiden Joko Widodo dan presiden terpilih Prabowo Subianto untuk bekerjasama dengan KPK melanjutkan upaya pemberantasan korupsi. Ia mengingatkan agar tidak terlalu banyak orang KPK yang berafiliasi dengan pihak luar sehingga mereka justru lebih tunduk pada institusi-institusi seperti kepolisian, kejaksaan, atau bahkan Badan Intelijen Negara (BIN).

file - Agus Rahardjo, ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), berbicara dengan wartawan di acara makan siang Jakarta Foreign Correspondents Club di Jakarta, Indonesia, 15 Maret 2017. (Darren Whiteside/REUTERS)
file - Agus Rahardjo, ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), berbicara dengan wartawan di acara makan siang Jakarta Foreign Correspondents Club di Jakarta, Indonesia, 15 Maret 2017. (Darren Whiteside/REUTERS)

"Oleh karena itu saya berharap di dalam pimpinan KPK tidak ada perwakilan, tidak ada perwakilan dari jaksa, tidak ada perwakilan dari polisi. Betul-betul independen dan kompeten," katanya.

Ketua Pansel Calon Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK Yusuf Ateh megatakan seleksi calon pimpinan antirasuah saat berlangsung ketat. Mereka yang berhasil dijaring, tambahnya, adalah orang-orang terbaik di antara yang ada. [fw/em]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG