Tautan-tautan Akses

Departemen Kehakiman AS Dukung Upaya Muslim Michigan untuk Membuka Masjid


Orang-orang berkeliaran di esplanade Masjid Agung Mourides di Dakar, pada 25 September 2019 sebelum peresmian yang berlangsung pada 27 September 2019. (Foto: AFP / Seyllou)
Orang-orang berkeliaran di esplanade Masjid Agung Mourides di Dakar, pada 25 September 2019 sebelum peresmian yang berlangsung pada 27 September 2019. (Foto: AFP / Seyllou)

Tidak sedikit hambatan dalam membangun atau menyediakan tempat ibadah bagi umat minoritas, termasuk masjid bagi umat Islam. Komunitas muslim di Kota Troy, Michigan, mengalami kesulitan untuk membuka masjid di sana karena terbentur masalah peruntukan lahan dalam tata ruang kota.

Departemen Kehakiman Amerika mendukung upaya sekelompok muslim yang tergabung dalam Adam Community Center, untuk membuka masjid di kota Troy, Michigan. Kota Troy, yang berpenduduk sekitar 80 ribu orang dan terletak di sebelah utara Detroit itu, digugat karena menghambat rencana proyek masjid tersebut.

Gugatan hukum tersebut diajukan pertengahan September ini berdasarkan RLUIPA, sebuah undang-undang federal yang melindungi rumah-rumah ibadah dari regulasi penggunaan lahan yang diskriminatif. Gugatan ini juga merupakan bagian dari prakarsa Departemen Kehakiman pada tahun 2018 untuk mengintensifkan penegakan UU tersebut maupun fokus pemerintahan Presiden Donald Trump yang lebih luas dalam memajukan kebebasan beragama.

Gugatan serupa telah diajukan tahun lalu oleh organisasi yang biasa disebut Adam itu. Adam menuduh para pejabat Troy berulang kali menghambat upaya mereka membuka tempat beribadah. Mereka bahkan didesak agar meninjau kota-kota di dekatnya guna mencari lokasi yang tepat untuk dijadikan masjid.

Dalam rapat Dewan Tata Ruang Kota Troy tahun lalu, misalnya, terdengar adu pendapat warga sekitar mengenai rencana membuka masjid itu.

Adam sendiri telah berupaya mencari tempat untuk membangun masjid di Troy sejak 2013. Organisasi ini telah memiliki properti sendiri, sebuah bekas restoran dan balai pertemuan, yang ingin diubah menjadi masjid dan pusat kegiatan muslim.

Meskipun undang-undang peruntukan lahan kota itu mengizinkan pembangunan tempat ibadah di kawasan bisnisnya, para pejabat kota menolak permohonan Adam tahun lalu. Permohonan itu terkait dengan perubahan penggunaan bangunan yang telah dimilikinya sebagai masjid. Alasannya, bangunan itu hanya dapat digunakan sebagai tempat pertemuan “nonkeagamaan”, seperti balai pertemuan atau bioskop. Apabila digunakan untuk kegiatan keagamaan, persyaratan yang diberlakukan untuk itu akan berbeda.

Amy Doukure, pengacara dari organisasi Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) Michigan yang mewakili Adam mengemukakan kota Troy telah melakukan pelanggaran hukum.

"Pemerintah kota Troy membuat peruntukan lahan sedemikian rupa di mana tidak ada tempat-tempat ibadah baru yang dapat berdiri di distrik itu sebagai cara untuk meraup semua keuntungan dari maraknya perekonomian, sehingga seluruh uang pajak masuk ke kas kota itu," kata Doukure.

Doukure mengingatkan, kota Troy adalah salah satu komunitas terbesar di negara bagian Michigan, baik dalam hal luas wilayah maupun populasinya. Yang mengejutkan, katanya, di antara puluhan tempat ibadah agama lainnya, tak ada satupun masjid untuk sekitar 3.000 warga muslim di sana.

"Mereka bertahan dengan sikap mereka tidak membiarkan Muslim memiliki satu pun tempat beribadah di kota Troy. Sekarang ini ada 73 tempat ibadah terdaftar di situs web kota Troy dan tidak ada satupun masjid di sini," kata Doukure kepada stasiun TV Fox 2 Detroit

Kepada stasiun televisi Fox 2 Detroit, Mahmood Syed, Sekretaris Adam, menyatakan pihaknya merasa didiskriminasi terkait peruntukan lahan yang diberlakukan kota Troy. Padahal, kata Syed, yang dicita-citakan organisasi ini adalah,

"Kami ingin melihat kita semua hidup di kota ini dengan rukun bersama dengan umat seluruh agama lainnya. Untuk itu, kami ingin memiliki tempat di mana umat agama lain dapat berkunjung dan menikmati kebersamaan dengan kami," kata Syed. "Kami memiliki banyak kegiatan bagi remaja dan orang dewasa maupun lansia, serta bagi orang-orang miskin," lanjutnya.

Sebuah mesjid bersejarah di Dakota Utara. (Foto: VOA/Saqib Ul Islam)
Sebuah mesjid bersejarah di Dakota Utara. (Foto: VOA/Saqib Ul Islam)

Dalam pernyataan kepada VOA, pengacara Kota Troy Lori Grigg Bluhm, mengatakan kota itu belum pernah mendapat gugatan dari Departemen Kehakiman. Tetapi Troy “membantah keras terlibat dalam tindak tidak patut atau diskriminasi apapun.” Gugatan Departemen Kehakiman ini muncul sementara pemerintahan Trump telah mendorong badan-badan pemerintah untuk memajukan kebijakan yang mendukung kebebasan beragama.

Departemen Kehakiman menyatakan “perlakuan terhadap tempat ibadah di kota itu yang tidak setara dibandingkan dengan penggunaan nonrelijius” melanggar undang-undang federal terkait.

Matthew Schneider, pengacara yang mewakili Departemen Kehakiman di Distrik Timur Michigan menegaskan pemberlakuan peraturan yang lebih ketat terhadap tempat beribadah merupakan pelanggaran kebebasan beragama yang diatur dalam Amendemen Pertama konstitusi Amerika. Gugatan yang diajukan Departemen Kehakiman, lanjutnya, mencerminkan komitmen untuk melindungi kebebasan beragama bagi semua orang di distrik tersebut. [uh/ab]

XS
SM
MD
LG