Sidang itu diperkirakan akan sangat sibuk. Hampir 90 laporan tentang berbagai isu tematik akan disajikan. Laporan-laporan itu termasuk penyiksaan, penghilangan paksa, hak untuk berkembang, perbudakan, hak orang-orang keturunan Afrika dan rasisme.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, fokus dewan pada cara pemerintah memperlakukan rakyatnya diperkirakan mendapat banyak perhatian. Pelanggaran-pelanggaran yang dilaporkan, sebagian termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan, akan dicermati di negara-negara seperti Myanmar, Belarus, Suriah, Eritrea, Burundi, Nikaragua, dan Venezuela.
Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak Asasi Manusia (HAM) Michele Bachelet akan menyampaikan laporan lisan tentang situasi terakhir di Afghanistan pada Senin (13/9) sebagai tindak lanjut dari sesi khusus dewan pada 24 Agustus mengenai negara itu.
Uni Eropa, Meksiko dan Inggris bersama dengan para aktivis hak asasi manusia telah mengkritik resolusi yang diadopsi karena gagal membangun mekanisme independen yang kuat untuk memantau pelanggaran oleh Taliban.
Presiden Dewan Duta Besar Fiji Nazhat Shameem Khan mengatakan diskusi tentang Afghanistan belum berakhir dengan sidang khusus.
“Dan, sungguh, adalah masalah bagi negara-negara untuk memutuskan apakah mereka ingin membawa hasil sidang khusus itu lebih jauh dan mencapai hasil lain. Tetapi saya ingin mengatakan bahwa tanggal 30 Agustus lalu Dewan Keamanan mengadopsi resolusi tentang perjalanan yang aman. Ini menyangkut masalah hak asasi manusia, terutama yang berkaitan dengan perempuan dan anak-anak," kata Khan.
Direktur eksekutif Human Rights Watch Kenneth Roth mengatakan dia kecewa dengan keengganan dewan untuk menghadapi negara-negara kuat seperti Rusia dan China. Dia mengaku khawatir Kremlin tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas tindakan kerasnya yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap partai-partai oposisi sebelum pemilihan parlemen bulan ini.
“Idealnya, kami ingin memiliki resolusi. Minimal harus ada pernyataan bersama. Tetapi, sekali lagi, ini adalah situasi di mana hanya karena suatu pemerintah relatif kuat, tidak berarti bahwa ia lolos dari pengawasan. Dan, ini sekali lagi merupakan ujian bagi kredibilitas dewan," ujar Roth.
Roth mengatakan dinamika yang sama sedang terjadi mengenai perlakuan kasar China terhadap lebih dari satu juta orang Uyghur di kamp-kamp interniran di Provinsi Xinjiang.
“China selalu lolos dari pengawasan formal oleh dewan. Tidak pernah ada resolusi tentang China. Sudah waktunya untuk mengakhiri itu, mengingat tingkat keparahan dan kekejaman, kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di Xinjiang," kata Roth menegaskan.
China menyatakan bahwa orang-orang Uyghur ditahan di kamp-kamp pendidikan kembali dan bahwa pelatihan kejuruan yang mereka terima diperlukan untuk melawan terorisme dan mengentaskan mereka dari kemiskinan.
Kenneth Roth meminta Michele Bachelet agar menyajikan laporan yang menggambarkan kondisi tidak manusiawi di mana orang-orang Uyghur dipenjara dan meminta pemerintah China untuk bertanggung jawab. [lt/jm]