Mohamed al-Refai menjual ponsel di sebuah toko di pasar di Za’atari, kamp pengungsi di tengah padang pasir yang menampung lebih dari 80.000 orang, dekat perbatasan Yordania dan Suriah.
Di tengah kebisingan salah satu generator yang merupakan sumber utama listrik di kamp tersebut, al-Refai mengatakan ia menggunakan Facebook untuk mengikuti berita, sementara aplikasi WhatsApp untuk terus berhubungan dengan keluarganya.
“Mereka pindah dari satu tempat ke tempat lain,” ujarnya. “Dan ketika pertempuran dimulai, mereka dipaksa pindah lagi.”
Banyak orang di kamp itu mengatakan untuk para keluarga yang terpisah oleh perang, informasi dan komunikasi hampir sama pentingnya dengan makanan dan tempat tinggal. Beberapa keluarga yang tercerai berai karena perang mengatakan aplikasi-aplikasi ponsel mengikat mereka secara emosional.
Za’atari merupakan kamp pengungsi pertama yang menulis di Twitter tentang aktivitas-aktivitasnya, berharap untuk tetap memotivasi para donor di saat perang di Suriah meningkat dan krisis kemanusiaan memburuk, kata juru bicara badan PBB untuk pengungsi di kamp itu, Nasreddine Touaibia.
“Untuk meningkatkan kesadaran, hal ini sangat efisien. Kami menjangkau audiens yang lebih besar dan menyasar orang-orang dari berbagai kalangan. Dan kami lihat mereka berinteraksi dengan kita, mengajukan pertanyaan, ingin tahu seperti apa situasi di Za’atari,” ujarnya.
Seorang pemuda bernama Diaa Hamoud tampak sedang melihat berita-berita Internet mengenai Suriah. Tidak banyak orang yang punya laptop di kamp itu, tapi siapa pun mampu memiliki ponsel.
Sumber berita yang menjadi pilihan banyak warga kamp tersebut adalah halaman Facebook yang melaporkan apa yang terjadi di Za’atari dan di daerah-daerah di Suriah.
Mohamad Hamza Refai mengatakan halaman itu salah satu dari beberapa halaman Facebook yang dikelola penduduk setempat dan secara eksklusif membahas isu-isu yang berdampak pada keluarga-keluarga Suriah di Yordania.
“Halaman peristiwa-peristiwa Za’atari itu sangat baik sumbernya dan hampir setengah dari warga kamp ini mengikutinya,” ujarnya.
“Ada beberapa orang lain di kamp itu yang memasang berita, tapi berita itu tidak terpercaya.”
Sejak perang dimulai lebih dari empat tahun lalu, sekitar setengah penduduk Suriah telah mengungsi dan ratusan ribu orang tewas dibunuh.
Anak-anak muda di kamp itu mengatakan mereka terus mencari aplikasi-aplikasi baru untuk ponsel-ponsel mereka untuk terus berhubungan dengan keluarga-keluarga mereka dengan lebih murah dan lebih sering. Beberapa mengatakan mereka ragu Twitter akan menawarkan bantuan langsung, tapi ketika ada cukup listrik untuk mengoperasikan ponsel, media sosial setidaknya memberikan sedikit kenyamanan.
“Ini koneksi satu-satunya untuk berkomunikasi dengan keluarga mereka di Suriah, dan keluarga mereka di Yordania,” ujar Hamoud. “Sambungan [Internet] bagus di Yordania, tapi masalahnya adalah listrik.”