Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan negara-negara termiskin belum menerima vaksin. Dia memperingatkan agar orang tidak terlena dan hilang kewaspadaan dalam melawan virus dan mengatakan bahwa tanggal perjalanan akan segera ditetapkan minggu depan untuk kunjungan misi ke China untuk menyelidiki asal usul virus corona. Sementara itu, kepala tanggap darurat WHO mengatakan orang-orang paling rentan dan petugas kesehatan harus diprioritaskan untuk mendapat vaksin. Dia mendesak negara-negara agar tidak “mempolitisasi” vaksin.
Kepala WHO itu mengatakan pada hari Jumat (8/1) terlihat secara jelas bahwa negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah belum menerima pasokan vaksin COVID-19 dan mendesak negara-negara agar tidak lagi melakukan kesepakatan bilateral dengan produsen.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan dalam komentarnya yang keras tentang “nasionalisme vaksin” pada jumpa pers itu di Jenewa.
“Negara-negara kaya memiliki mayoritas pasokan berbagai vaksin. Sekarang, kami juga melihat negara-negara berpenghasilan tinggi dan menengah yang menjadi bagian dari COVAX membuat kesepakatan bilateral tambahan. Ini berpotensi menaikkan harga untuk semua orang dan berarti orang-orang berisiko tinggi di negara-negara termiskin dan paling terpinggirkan tidak mendapatkan vaksin,” ujarnya.
Tedros meminta negara-negara dan produsen agar tidak lagi membuat kesepakatan-kesepakatan bilateral dan meminta mereka yang telah memesan dosis berlebih segera menyerahkannya ke fasilitas yang membagikan vaksin, COVAX.
Walaupun Tedros tidak menyebutkan nama negara, Uni Eropa mengatakan telah mencapai kesepakatan dengan Pfizer dan BioNTech untuk 300 juta dosis tambahan vaksin COVID-19 dalam sebuah langkah yang akan memberi UE hampir setengah dari seluruh produksi global kedua perusahaan itu untuk tahun 2021.
Perebutan untuk mendapat vaksin telah meningkat sementara berbagai negara juga berjuang untuk menjinakkan varian virus corona yang lebih mudah menular, yang diidentifikasi di Inggris dan Afrika Selatan, yang mengancam sistem perawatan kesehatan yang sudah kewalahan.
Kepala tanggap darurat WHO Mike Ryan mengulangi komentar Tedros tersebut, dan menekankan perlunya memberikan dosis kepada kelompok rentan dan petugas kesehatan garis depan terlebih dahulu, di mana pun mereka tinggal.
“Orang-orang yang mungkin meninggal karena infeksi ini tidak semua orang di setiap negara. Mereka adalah kelompok berisiko yang sangat khusus, berdasarkan usia dan kerentanan, yang kemungkinan besar akan sakit parah dan kemungkinan besar akan meninggal. Mereka adalah petugas kesehatan garis depan yang terpapar virus ini setiap hari. Mereka ini yang harus kita lindungi terlebih dahulu,” kata Ryan.
Para pejabat WHO itu juga mendesak produsen vaksin agar memberikan data terkini untuk mempercepat peluncurannya.
Ryan mendesak negara-negara agar tidak mempolitisasi vaksin dan memperingatkan bahwa vaksin yang didistribusikan sejauh ini tidak berdampak pada dinamika penularan.
Hingga saat ini, negara-negara kaya termasuk Inggris, negara-negara anggota Uni Eropa, Amerika Serikat, Swiss, dan Israel berada di garis depan antrean pengiriman vaksin dari perusahaan-perusahaan seperti Pfizer dan mitranya BioNTech, Moderna, dan AstraZeneca.
Hampir 88 juta orang telah dilaporkan terinfeksi oleh virus corona secara global dan sekitar 1,9 juta telah meninggal sejak virus itu pertama kali muncul di China pada Desember 2019, menurut penghitungan Reuters.
“Virus telah menyebar dengan kecepatan yang mengkhawatirkan di beberapa negara. Anda mungkin berpikir bahwa itu tidak akan terjadi pada diri Anda dan bahwa Anda tidak perlu mematuhi langkah-langkah tersebut. Tidak patuh berarti memberikan peluang pada virus untuk menyebar,” tambah Tedros.
Tedros juga mengatakan dia berharap untuk memperbaiki jadwal perjalanan ke China secepat minggu depan untuk misi yang telah lama ditunggu-tunggu untuk menyelidiki asal usul virus corona. [lt/jm]