Sekutu Suriah, Rusia, telah meminta sidang darurat Majelis Umum PBB untuk membahas serangan udara pimpinan AS yang diyakini telah keliru menewaskan puluhan tentara pemerintah Suriah yang bertempur melawan ekstrimis ISIS di dekat perbatasan Irak.
Seruan Rusia itu dikeluarkan beberapa jam setelah pesawat tempur koalisi pimpinan AS menggempur posisi-posisi tentara di Suriah timur, menewaskan sebanyak 80 tentara pemerintah yang bertempur melawan ektrimis ISIS untuk menguasai wilayah bandara di Deir Ezzor.
Sebuah pernyataan dari Komando Pusat AS mengatakan pesawat-pesawat koalisi AS menggempur daerah dekat Deir Ezzor, yang diyakini oleh AS menarget ISIS di mana pesawat tempur telah “cukup lama” melacak keberadaan mereka sebelum melakukan penyerangan.
Pernyataan AS tidak menyebutkan jumlah korban. Tapi mengatakan "serangan udara dihentikan segera, ketika para pejabat koalisi diberitahu oleh pihak berwenang Rusia bahwa kemungkinan personil dan kendaraan yang ditargetkan adalah bagian dari militer Suriah."
Pernyataan itu menyatakan Deir Ezzor, wilayah yang terletak sekitar 100 kilometer sebelah barat dari perbatasan Irak itu sebagai daerah sasaran pesawat koalisi dalam operasi sebelumnya.
Pernyataan itu juga mengatakan sebelumnya komandan koalisi telah memberitahu pihak berwenang Rusia tentang rencana serangan tersebut.
Dari pihak Kementerian Pertahanan Rusia digambarkan bahwa serangan koalisi ini sebagai bukti "penolakan keras kepala" oleh Amerika untuk mengkoordinasikan tindakan dengan pasukan Rusia yang bertempur bersama pasukan pemerintah yang setia kepada Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Masih belum jelas hari Sabtu (17/9) apakah serangan udara itu akan berdampak terhadap gencatan senjata yang mulai berlaku awal pekan ini, atau tindakan yang mungkin akan diambil oleh Dewan Keamanan PBB.
Gencatan senjata, yang bertujuan menghentikan operasi militer pasukan Suriah, sekutu Rusia dan pemberontak yang didukung AS yang berusaha menggulingkan pemerintah Assad itu, dirancang untuk membuka jalan bagi bantuan kemanusiaan ke daerah-daerah yang terkepung di negara yang dilanda perang tersebut.
Ratusan ribu warga sipil di daerah itu telah terputus dari bantuan luar selama berbulan-bulan dan terancam krisis kekurangan makanan dan obat-obatan. [zb]