Para dokter memperingatkan bahwa angka kematian dunia akibat penyakit seperti tuberkolosis, malaria dan HIV tahun ini dapat meningkat tajam akibat gangguan layanan kesehatan sebagai dampak dari pandemi virus corona. Salah satu laporan menyebutkan bahwa kematian akibat malaria di Afrika dapat berlipat ganda tahun ini.
Sibongile Zulu adalah satu dari sekitar 7,7 juta warga Afrika Selatan yang positif HIV. Ia mengonsumsi beberapa jenis obat anti-retroviral atau ARV sekaligus untuk memperlambat perkembangan virus.
Ketika Afrika Selatan memberlakukan karantina wilayah akibat virus corona bulan Maret lalu, Zulu kehilangan pekerjaannya. Beberapa minggu kemudian, klinik setempat di mana ia berobat mulai kehabisan pasokan obat-obatan. “Selama dua bulan saya hanya mengonsumsi satu tablet, padahal seharusnya saya minum dua. Jika saya tidak mengonsumsi keduanya, risikonya besar dan saya bisa jatuh sakit.”
Di seantero dunia, para dokter mengatakan bahwa pandemi virus corona – dan karantina-karantina wilayah yang diakibatkannya – kemungkinan besar akan memengaruhi upaya memerangi penyakit-penyakit mematikan lainnya seperti tuberkulosis atau TBC, malaria dan HIV.
Ahli epidemiologi Dokter Salim S. Abdool Karim merupakan penasihat pemerintah Afrika Selatan terkait pandemi virus corona, sekaligus memimpin penelitian penyakit menular lainnya di Afrika. Dalam wawancara Skype, Dokter Salim mengatakan, “Orang-orang takut pergi ke pusat layanan kesehatan. Kami melihat penurunan angka tes tuberkulosis. Kami melihat penurunan jumlah pasien yang datang untuk menebus obat. Itu menjadi kekhawatiran mendalam kami karena itu dapat menghapus kemajuan yang kami ciptakan selama bertahun-tahun.”
Dari tahun ke tahun, jumlah kasus dan kematian akibat tuberkulosis di Afrika Selatan dan banyak negara lainnya telah menurun. Akan tetapi, penyakit tersebut tetap menjadi salah satu penyakit paling mematikan di dunia, dengan perkiraan 1,5 juta kematian setiap tahunnya.
Melalui sambungan Skype, Dokter Finn McQuaid dari London School of Hygiene and Tropical Medicine menuturkan, “Kami tahu saat ini terjadi penurunan 50% tes penyakit TBC di Afrika Selatan. Jadi, orang-orang tidak bisa berobat ke klinik atau ke rumah sakit dan sebagainya, dan mereka tidak terdiagnosa mengidap TBC. Ini artinya mereka bisa saja menularkan TBC ke orang lain. Ini akan menjadi semacam efek bola salju.”
Sementara itu, para peneliti di Imperial College London memperingatkan kematian akibat malaria di Afrika bisa berlipat ganda tahun ini, kecuali gangguan layanan seperti pendistribusian kawat nyamuk dan pengobatan malaria bisa ditangani dan dilanjutkan.
Meski prediksi tersebut terdengar mengerikan, Dokter Salim menyebut masih ada kesempatan.
“Kesempatan untuk melakukan integrasi. Integrasi antara COVID, HIV, TBC dan penyakit-penyakit lain. Sehingga ketika kita fokus berkutat pada kewaspadaan terhadap virus corona, kita tidak hanya mendapat manfaat dari epidemi COVID, tapi juga epidemi HIV dan TBC,” tambah Abdool Karim.
Masyarakat dunia harus melihat gambaran besarnya, kata Dokter Finn. “Kita akan kehilangan keuntungan yang telah kita peroleh dalam beberapa tahun terakhir, hasil perjuangan keras yang telah kita buat, dan kita dapat didorong mundur hingga lima, sepuluh bahkan 20 tahun ke belakang.”
Sumber daya dalam jumlah besar telah didedikasikan untuk memerangi pandemi virus corona. Para dokter mengingatkan, penting agar penyakit-penyakit mematikan yang lain tidak diabaikan. [rd/ii]