Kelompok negara-negara penghasil minyak OPEC+ hari Minggu (2/6) sepakat untuk memperpanjang pemangkasan produksinya dalam rangka mendukung harga, karena ketidakpastian ekonomi dan geopolitik membayangi pasar.
Kartel minyak yang beranggotakan 12 negara ini dan 10 sekutunya memutuskan untuk "memperpanjang tingkat produksi minyak mentah secara keseluruhan ... mulai 1 Januari 2025 hingga 31 Desember 2025," demikian sebuah pernyataan dari aliansi tersebut.
Selain itu, delapan negara mengatakan bahwa mereka juga akan memperpanjang pengurangan pasokan sukarela yang dilakukan atas permintaan Riyadh untuk lebih mendukung pasar. Kedelapan negara itu adalah Arab Saudi, Rusia, Irak, Uni Emirat Arab, Kuwait, Kazakhstan, Aljazair, dan Oman.
Beberapa dari pemangkasan tersebut akan berlangsung hingga September sebelum dihentikan, sementara yang lainnya akan dipertahankan hingga Desember 2025.
Keputusan-keputusan ini diambil setelah pertemuan dua tahunan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), yang dipimpin oleh Arab Saudi, dan 10 mitranya, yang dikepalai oleh Rusia.
Pemangkasan suplai di seluruh kelompok ini mencapai sekitar dua juta barel per hari (bpd).
Ditambah dengan pemangkasan sukarela, para anggota OPEC+ saat ini memangkas produksi hampir enam juta barel per hari secara keseluruhan untuk menopang harga minyak yang lesu.
Kejutan positif
OPEC+ juga setuju untuk mengizinkan Uni Emirat Arab meningkatkan target produksinya sebesar 300.000 bph untuk tahun depan, demikian menurut sebuah pernyataan.
UEA telah berjanji untuk melakukan pemangkasan produksi tambahan secara sukarela atas permintaan Arab Saudi, yang ingin berbagi beban pemangkasan dalam upaya mendukung harga.
Analis UBS Giovanni Staunovo menyebut pengumuman pada hari Minggu sebagai sebuah "kejutan positif". Keputusan tersebut "menghilangkan beberapa ketidakpastian atas beberapa ketegangan di masa mendatang, karena kuota sekarang akan ditinjau ulang pada akhir 2025 untuk 2026," kata Staunovo kepada kantor berita AFP.
Negosiasi tentang kuota produksi negara-negara anggota di masa lalu telah berulang kali menjadi sumber perselisihan, memicu perdebatan sengit dan bahkan kepergian yang mengejutkan dari kartel tersebut.
Pada akhir 2023, Angola keluar dari OPEC karena ketidaksepakatan tentang pemotongan produksi.Namun menurut Mukesh Sahdev dari grup riset Rystad Energy, aliansi ini masih menghadapi masalah "barel aktual yang mengalir ke pasar kemungkinan lebih tinggi dari yang diperhitungkan", yang berpotensi merusak strategi kartel.
Selain itu, Irak dan Kazakhstan melebihi kuota mereka di kuartal pertama, sementara Rusia kelebihan produksi di bulan April.
Situasi yang menantang
Di tengah-tengah pertanyaan seputar permintaan global, beberapa analis mengatakan bahwa secara bertahap mengizinkan minyak untuk kembali ke pasar tanpa membuat harga anjlok akan menjadi tantangan tersendiri.
Para produsen mungkin harus membuat sistem yang rumit untuk memasukkan kembali barel-barel yang sebelumnya telah dikeluarkan, tanpa menyebabkan harga jatuh.
Harga minyak tidak banyak berubah sejak pertemuan terakhir di bulan November, berada di sekitar $80 per barel.
OPEC terus berpegang pada perkiraan permintaannya untuk tahun 2024, sementara Badan Energi Internasional telah menurunkan estimasinya.
Di tengah "inflasi di atas rata-rata, melambatnya prospek pertumbuhan global, ketidakpastian bank sentral, meningkatnya produksi minyak AS dan ketegangan Timur Tengah, situasi ini menantang", kata Ipek Ozkardeskaya, seorang analis pasar di Swissquote Bank. [my/jm]
Forum