Delegasi tingkat tinggi Amerika Serikat pada Minggu (15/9) melangsungkan pertemuan dengan kepala pemerintahan sementara Bangladesh yang juga peraih Nobel, Muhammad Yunus. Menurut Kedutaan Besar Amerika di Dhaka, pertemuan itu untuk menegaskan “komitmen AS untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.”
Yunus mengambil alih kekuasaan setelah mantan Perdana Menteri Sheikh Hasina meninggalkan negara itu bulan lalu di tengah pemberontakan massal. Hasina dituduh melakukan korupsi, pelanggaran hak asasi manusia dan penggunaan kekuatan berlebihan terhadap para pengunjuk rasa. Selama 15 tahun pemerintahannya, Hasina menikmati hubungan dekat dengan India, China, dan Rusia yang banyak menanamkan investasi dalam pembangunan infrastruktur, perdagangan, dan investasi di negara tersebut. Di bawah kepemimpinan Hasina, Amerika Serikat juga menjadi investor asing terbesar di Bangladesh.
Menurut pernyataan yang dikeluarkan kantor pers pemerintah Yunus seusai pertemuan di State Guest House Jamuna di Dhaka, Yunus mengatakan dia mencari dukungan Amerika Serikat “untuk membangun kembali negara itu, melaksanakan reformasi penting, dan mengembalikan aset-aset yang dicuri.” Ditambahkan, Yunus juga mengatakan kepada perwakilan Amerika Serikat itu bahwa pemerintahan sementaranya telah bergerak cepat untuk “mengatur ulang, mereformasi, dan memulai kembali” perekonomian, reformasi di sektor keuangan, dan memperbaiki institusi seperti peradilan dan kepolisian.
Delegasi yang dipimpin oleh Wakil Menteri Keuangan Urusan Internasional Brent Neiman, juga terdiri dari sejumlah perwakilan dari USAID dan Kantor Perwakilan Dagang AS. Sementara Wakil Menteri Luar Negeri Untuk Urusan Asia Selatan dan Asia Tengah Donald Lu ikut bergabung dengan delegasi itu setelah menyelesaikan lawatannya di India. Mereka bertemu dengan beberapa pejabat di Dhaka, termasuk Penasihat Kementerian Luar Negeri Bangladesh Touhid Hossain. USAID juga menandatangani perjanjian untuk memberikan bantuan sebesar $202,25 juta kepada Bangladesh.
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Bangladesh mencuit di X, menggarisbawahi bagaimana perusahaan-perusahaan Amerika bercokol di negara Asia Selatan tersebut. “Dengan adanya reformasi ekonomi yang tepat, sektor swasta Amerika dapat membantu membuka potensi pertumbuhan Bangladesh melalui perdagangan dan investasi,” tulis kedutaan di akun resminya.
Delegasi itu juga bertemu dengan perwakilan perusahaan-perusahaan Amerika di bawah Kamar Dagang Amerika di Bangladesh (AmCham) yang beroperasi di Bangladesh setelah tiba pada Sabtu (14/9).
Kekhawatiran atas keselamatan dan kurangnya ketertiban di Bangladesh disampaikan oleh agen-agen perusahaan Amerika Serikat. Dalam pertemuan itu Presiden AmCham Syed Ershad Ahmed mengatakan meskipun ada perbaikan setelah pemerintahan sementara dilantik, "ada beberapa hambatan juga." Dua isu yang diangkatnya adalah soal repatriasi keuntungan di tengah krisis dolar Amerika Serikat yang sedang berlangsung dan tantangan dalam rantai pasokan akibat kemacetan di pelabuhan.
Pertemuan itu berlangsung ketika kerusuhan melanda industri garmen utama di negara tersebut, di mana para pekerja melancarkan pemogokan dan meninggalkan pabrik-pabrik yang tutup karena menuntut tunjangan yang lebih baik, termasuk upah yang lebih tinggi. Pemilik pabrik, pemerintah dan pemimpin buruh telah mengadakan pertemuan untuk meredakan ketegangan.
Bangladesh adalah salah satu negara yang paling rentan terhadap bencana akibat perubahan iklim. Kedutaan Besar Amerika Serikat di halaman Facebook resminya mengatakan Amerika ingin membantunya “mengurangi risiko iklim” tersebut. [em/ab]
Forum