DPR menyetujui perluasan mandat Bank Indonesia, Kamis (15/12), dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan memformalkan pembelian langsung obligasi pemerintah.
Rancangan undang-undang (RUU) perluasan mandat yang disetujui DPR ini dikritik karena dianggap dapat merusak independensi bank sentral.
RUU setebal lebih dari 500 halaman itu bertujuan untuk mengatasi tantangan di era digital, meningkatkan efisiensi sektor keuangan, dan mendorong inklusi keuangan, kata pihak berwenang.
Tetapi ada sejumlah kekhawatiran terkait RUU yang diperkirakan akan segera ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo itu, termasuk apakah RUU itu dapat membuka pintu bagi politisi untuk bergabung dengan dewan gubernur Bank Indonesia (BI) dan apakah bank sentral dapat ditekan untuk menstimulasi pertumbuhan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menolak pemikiran tersebut, dengan mengatakan bahwa RUU tersebut malah akan memperkuat independensi BI dan regulator lainnya dan menegaskan bahwa hal itu tidak akan mengganggu pengambilan keputusan bank sentral.
RUU itu mewajibkan politisi yang ingin duduk di dewan BI mengundurkan diri dari partai politik mereka ketika mereka dicalonkan. Menkeu mengatakan aturan yang berlaku sekarang hanya mengharuskan calon anggota dewan itu mundur dari partai politik hanya jika terpilih di dewan.
“Jadi ini kemajuan dalam hal independensi profesional dewan gubernur,” ujarnya kepada wartawan usai pemungutan suara, sambil menambahkan hal ini juga berlaku untuk dewan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
RUU baru, yang disebut "Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan," menetapkan bahwa BI adalah lembaga independen dan memperluas mandatnya termasuk menjaga stabilitas sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Selama ini mandatnya semata-mata untuk menjaga kestabilan nilai mata uang rupiah, yang berarti mencakup pengendalian inflasi.
BI sekarang akan dapat membeli obligasi pemerintah di pasar perdana jika presiden menyatakan krisis, sehingga secara efektif meresmikan operasi pembelian obligasi era pandemi.
Mengingat inflasi yang tak terkendali di Indonesia sebelumnya, hal ini menimbulkan kekhawatiran di pasar keuangan bahwa pemerintah mungkin akan menekan bank sentral untuk membeli obligasi pemerintah terutama untuk menutup defisit fiskal.
BI tidak menanggapi permintaan komentar dari Reuters. Gubernur Perry Warjiyo mengatakan BI sudah memperhitungkan pertumbuhan ekonomi saat merumuskan kebijakan moneter.
Dari tahun 2020 hingga akhir November, BI membeli obligasi senilai lebih dari $60 miliar langsung dari pemerintah.
"Saya kira tidak masalah kalau narasinya (BI) menjaga stabilitas sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan," kata Josua Pardede, Ekonom Bank Permata. "Akan menjadi perhatian jika tujuan utamanya adalah untuk mendukung pertumbuhan."
Karena program pembelian obligasi BI akan tetap dibatasi pada kondisi tertentu, pasar seharusnya tidak bereaksi negatif terhadap RUU tersebut, kata Pardede. Rupiah dan obligasi pemerintah sedikit berubah pada hari Kamis.
RUU tersebut menambahkan aturan yang mencakup perbankan, asuransi, fintech, dan aset digital. RUU itu juga berupaya memperketat tata kelola regulator keuangan, termasuk menyerukan dibentuknya badan pengawas baru untuk OJK.
Undang-undang tersebut juga memindahkan pengawasan perdagangan mata uang kripto ke OJK dari regulator komoditas. [ab/uh]
Forum