Koordinator Gugus Tugas Penanganan Virus Corona Gedung Putih Dr. Deborah Birx hari Minggu (3/5) mengatakan ia prihatin dengan begitu banyaknya warga Amerika yang tidak mempedulikan peringatan untuk menjaga jarak aman (social distancing) dari orang lain guna mencegah meluasnya perebakan pandemi ini.
Sedikitnya separuh dari 50 gubernur negara bagian telah mulai membuka kembali fasilitas publik, seperti taman, lapangan golf dan pantai; juga mengijinkan dibukanya kembali toko dan salon kecantikan.
Tetapi tidak ada satu negara bagianpun yang mengikuti pedoman awal Gedung Putih untuk memastikan penurunan kasus secara terus menerus selama dua minggu sebelum mengijinkan dimulainya kembali kegiatan ekonomi atau memperbolehkan orang-orang berkumpul di tempat umum.
Berbicara dalam “Fox News Sunday,” Birx mengatakan nasehat terbaik bagi warga Amerika adalah terus melanjutkan “cuci tangan” dan “tinggal di rumah.”
Ia mengatakan masih belum aman bagi ribuan orang untuk memadati pantai-pantai di California pada hari yang hangat seperti Sabtu lalu (1/5).
Birx menekankan agar di negara-negara bagian di mana gubernurnya telah mengijinkan dibukanya kembali salon kecantikan dan kuku, sebaiknya para pemilik, pekerja dan pelanggan salon tetap mengenakan masker. Tetapi menambahkan bahwa kedekatan jarak satu sama lain masih belum ideal.
Ia menyebut ratusan demonstran yang memadati beberapa ibukota negara bagian, seperti di Lansing-Michigan, untuk memprotes perintah tinggal di rumah, sebagai “sesuatu yang mengkhawatirkan saya” karena banyaknya kerumunan orang yang tidak mengenakan masker. “Kita perlu saling melindungi,” tegasnya.
Sebagian perusahaan obat di Amerika telah memulai upaya intensif untuk mengembangkan vaksin virus corona selambat-lambatnya pada Januari mendatang. “Di atas kertas, hal itu mungkin,” ujar Birx tentang tenggat itu, tetapi tidak dapat memastikan apakah tenggat itu dapat tercapai.
Hampir 66.000 warga Amerika telah meninggal akibat virus corona. Birx menolak mendukung perkiraan Gedung Putih sebelumnya bahwa pandemi ini akan menelan korban antara 100.000 hingga 240.000 orang. [em/ii]