Sebuah survei perokok dewasa global 2011 yang diluncurkan Selasa (12/9) menunjukkan bahwa dua pertiga pria berusia 15 tahun ke atas di Indonesia adalah perokok.
Hasil survei yang disebut Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2011 di Indonesia, dan diluncurkan Kementerian Kesehatan, menunjukkan 61,4 juta orang dewasa di Indonesia merokok, dua pertiganya laki-laki dan sisanya perempuan.
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menjelaskan prevalensi perokok, khususnya laki-laki terus meningkat di Indonesia. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 1995 menunjukkan sebanyak 53,4 persen pria dewasa di Indonesia merupakan perokok aktif sedangkan pada 2011, menurut survei tersebut, mencapai 67,4 persen.
Lebih lanjut, Nafsiah menyatakan, persentase orang dewasa yang terpapar asap rokok di tempat umum, atau perokok pasif, mencapai 85,4 persen, di rumah 78,4 persen dan di tempat kerja 51,3 persen.
Pada 2011, konsumsi tembakau Indonesia sekitar 270 miliar batang.
Selain dampak buruk bagi kesehatan, Nafsiah mengatakan bahwa merokok juga memberikan dampak negatif bagi ekonomi keluarga terutama keluarga menengah ke bawah.
Rata-rata jumlah uang yang dikeluarkan untuk 20 batang rokok kretek, menurut Nafsiah, adalah Rp 12.719.
“Di Indonesia, penderita penyakit terkait tembakau diperkirakan mencapai 200.000 orang. Kerugian secara makro ekonomi yang diakibatkan oleh tembakau mencapai Rp 245,4 trilliun, atau hampir seperempat dari total APBN. Jadi tidak sedikit kerugian secara ekonomis. Belum lagi kerugian karena penderitaan yang dialami seseorang karena menderita misalnya kanker paru-paru atau kanker otak oleh karena merokok,” ujar Nafsiah.
Untuk itu, menurut Nafsiah, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Tembakau akan segera disahkan untuk mencegah terus meningkatnya jumlah perokok aktif di Indonesia.
Data Badan kesehatan Dunia (WHO) 2010 menyatakan Indonesia merupakan negara konsumsi rokok ketiga setelah Tiongkok dan India.
Juru Bicara Badan Kesehatan Dunia (WHO) di Indonesia, Nursila, mengungkapkan upaya pengendalian tembakau yang dilakukan pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan sudah cukup baik.
Ia mengakui pengendalian tembakau tidak mudah dan perlu waktu. Nursila menyatakan kerjasama lintas sektor di Indonesia perlu ditingkatkan lagi.
“Ada kerjasama antar sektor tentu misalnya dengan sektor pertanian bagaimana supaya ada diversifikasi tanaman yang ditanam oleh petani tembakau. Selama usahanya terus dilakukan saya pikir saya percaya, kalau komitmennya kuat kita bisa mencoba mengendalikan konsumsi tembakau sehingga leboh sedikit orang yang terpapar asap tembakau,” ujar Nursila.
Faktor lingkungan merupakan salah satu penyebab seseorang merokok seperti yang diungkapkan masyarakat Jakarta yang ditemui VOA.
“Pertama dada sering sakit, ya sudah coba berhenti merokok. Tapi sekarang malah sekarang merokok lagi. Kemarin berhenti tiga tahun, Lebaran kemarin merokok lagi. Teman-teman pada kumpul pada merokok, pada kasih rokok, pada ngeledek akhirnya merokok lagi sekarang, mulai enak lagi,” ujar seorang pria bernama Anton.
Global Adult Tobacco Survey (GATS) merupakan survei nasional yang representatif, menerapkan protokol standar antar negara termasuk Indonesia. GATS adalah standar global untuk memonitor konsumsi tembakau orang dewasa dan melacak indikator kunci pengendalian tembakau.
Hasil survei yang disebut Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2011 di Indonesia, dan diluncurkan Kementerian Kesehatan, menunjukkan 61,4 juta orang dewasa di Indonesia merokok, dua pertiganya laki-laki dan sisanya perempuan.
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menjelaskan prevalensi perokok, khususnya laki-laki terus meningkat di Indonesia. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 1995 menunjukkan sebanyak 53,4 persen pria dewasa di Indonesia merupakan perokok aktif sedangkan pada 2011, menurut survei tersebut, mencapai 67,4 persen.
Lebih lanjut, Nafsiah menyatakan, persentase orang dewasa yang terpapar asap rokok di tempat umum, atau perokok pasif, mencapai 85,4 persen, di rumah 78,4 persen dan di tempat kerja 51,3 persen.
Pada 2011, konsumsi tembakau Indonesia sekitar 270 miliar batang.
Selain dampak buruk bagi kesehatan, Nafsiah mengatakan bahwa merokok juga memberikan dampak negatif bagi ekonomi keluarga terutama keluarga menengah ke bawah.
Rata-rata jumlah uang yang dikeluarkan untuk 20 batang rokok kretek, menurut Nafsiah, adalah Rp 12.719.
“Di Indonesia, penderita penyakit terkait tembakau diperkirakan mencapai 200.000 orang. Kerugian secara makro ekonomi yang diakibatkan oleh tembakau mencapai Rp 245,4 trilliun, atau hampir seperempat dari total APBN. Jadi tidak sedikit kerugian secara ekonomis. Belum lagi kerugian karena penderitaan yang dialami seseorang karena menderita misalnya kanker paru-paru atau kanker otak oleh karena merokok,” ujar Nafsiah.
Untuk itu, menurut Nafsiah, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Tembakau akan segera disahkan untuk mencegah terus meningkatnya jumlah perokok aktif di Indonesia.
Data Badan kesehatan Dunia (WHO) 2010 menyatakan Indonesia merupakan negara konsumsi rokok ketiga setelah Tiongkok dan India.
Juru Bicara Badan Kesehatan Dunia (WHO) di Indonesia, Nursila, mengungkapkan upaya pengendalian tembakau yang dilakukan pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan sudah cukup baik.
Ia mengakui pengendalian tembakau tidak mudah dan perlu waktu. Nursila menyatakan kerjasama lintas sektor di Indonesia perlu ditingkatkan lagi.
“Ada kerjasama antar sektor tentu misalnya dengan sektor pertanian bagaimana supaya ada diversifikasi tanaman yang ditanam oleh petani tembakau. Selama usahanya terus dilakukan saya pikir saya percaya, kalau komitmennya kuat kita bisa mencoba mengendalikan konsumsi tembakau sehingga leboh sedikit orang yang terpapar asap tembakau,” ujar Nursila.
Faktor lingkungan merupakan salah satu penyebab seseorang merokok seperti yang diungkapkan masyarakat Jakarta yang ditemui VOA.
“Pertama dada sering sakit, ya sudah coba berhenti merokok. Tapi sekarang malah sekarang merokok lagi. Kemarin berhenti tiga tahun, Lebaran kemarin merokok lagi. Teman-teman pada kumpul pada merokok, pada kasih rokok, pada ngeledek akhirnya merokok lagi sekarang, mulai enak lagi,” ujar seorang pria bernama Anton.
Global Adult Tobacco Survey (GATS) merupakan survei nasional yang representatif, menerapkan protokol standar antar negara termasuk Indonesia. GATS adalah standar global untuk memonitor konsumsi tembakau orang dewasa dan melacak indikator kunci pengendalian tembakau.