Setelah film yang dibintangi Julia Roberts ini meledak di pasaran, mungkin judul yang lebih tepat adalah "Eat, Pray, Love, Shop." Betapa tidak, pesan spiritual film ini menjelma menjadi kampanye pemasaran besar-besaran.
Kini ada lebih dari 400 produk yang diberi merek 'Eat, Pray, Love,' mulai dari mesin pembuat kopi, hingga perhiasan. Semua bisa dibeli di toko atau melalui shopping channel di televisi.
Tak sedikit penggemar yang protes, karena merasa kisah inspiratif ini seolah tak lebih dari sekedar ajang berjualan.
Tapi, sang pengarang buku memoir yang mengilhami film ini, Elizabeth Gilbert, membela keberadaan berbagai pernak-pernik "Eat, Pray, Love." Kata Gilbert, "Kebanyakan orang tak bisa keliling dunia selama setahun. Mungkin dengan membeli lilin, mereka bisa merasa dekat dengan kisah ini."
Bagi Indonesia, komersialisasi film ini membawa dampak positif, berupa meningkatnya minat warga Amerika atas produk dan juga perjalanan wisata ke Indonesia.
Pengamat wisata Amerika memproyeksi Bali akan mengalami lonjakan pengunjung akibat film "Eat, Pray, Love." Berbagai hotel dan pelaku industri wisata di Bali telah membuat beragam paket wisata spiritual untuk memanfaatkan momentum ini.