Setelah perang selama setengah tahun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim kemenangan tinggal “selangkah lagi”. Itu disampaikan setelah Amerika Serikat justru mengubah sikapnya secara signifikan terhadap Israel. Pemerintahan Biden memperingatkan Israel untuk melindungi warga sipil Palestina dan para pekerja kemanusiaan, setelah serangan udara Israel pekan lalu menewaskan tujuh staf lembaga bantuan. Jika tidak, Israel akan kehilangan bantuan tanpa syarat dari AS.
Setelah berperang selama enam bulan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Minggu (7/4) mengatakan bahwa Israel “selangkah lagi menuju kemenangan.”
Dalam rapat kabinetnya, Netanyahu mengatakan, “Hari ini menandai enam bulan kita berperang. Pencapaian dalam perang ini luar biasa. Kita menumpas 19 dari 24 batalion Hamas, termasuk komandan-komandan seniornya. Kita membunuh, melukai hingga menangkap sejumlah besar teroris Hamas. Kita membersihkan Shifa dan banyak markas teroris lainnya. Kita menghancurkan pabrik pembuatan roket, ruang-ruang rapat strategi perang, gudang senjata dan amunisi, dan kita terus menghancurkan (terowongan-terowongan) bawah tanah secara sistematis.”
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengklaim pada Minggu bahwa Hamas “tidak lagi berfungsi sebagai organisasi militer di seluruh Jalur Gaza.”
Pernyataannya disampaikan ketika militer Israel mengatakan pada hari yang sama bahwa mereka telah menarik pasukannya dari Kota Khan Younis di Gaza selatan, mengakhiri fase penting dalam serangan darat Israel terhadap kelompok militan Hamas.
Dengan demikian, kehadiran pasukan Israel di wilayah kantong itu berada pada tingkat terendah sejak perang kembali pecah enam bulan lalu.
Pejabat-pejabat militer Israel mengatakan, mereka akan memulihkan diri dan bersiap untuk operasi berikutnya, sementara sejumlah besar tentara masih berada di lokasi lain di Gaza.
Langkah itu diambil ketika Mesir bersiap menjadi tuan rumah perundingan baru untuk menyepakati gencatan senjata dan pembebasan sandera.
Belum jelas apakah penarikan pasukan itu akan menunda rencana serangan darat ke Rafah, yang telah berulang kali disebut pemimpin Israel perlu dilakukan untuk memberangus Hamas.
Sementara itu, serangan udara Israel Senin (1/4) lalu, yang menewaskan tujuh pekerja bantuan kemanusiaan World Central Kitchen, memicu kemarahan dunia.
Menanggapi itu, Kamis (4/4) lalu, Presiden AS Joe Biden menelepon Netanyahu selama 30 menit untuk menuntut pertanggungjawabannya atas serangan tersebut dan meminta lebih banyak bantuan dan perlindungan bagi warga sipil di Jalur Gaza.
Beberapa jam kemudian, Israel mengumumkan kebijakan untuk mengizinkan lebih banyak bantuan masuk ke Gaza, termasuk mengizinkan pengiriman bantuan lewat pelabuhan Ashdod dan meningkatkan bantuan dari Yordania melalui titik penyeberangan darat lainnya.
Israel telah meminta maaf atas serangan tersebut dan memecat dua pejabat militernya yang disebut melanggar prosedur standar.
Dalam konferensi pers di Belgia, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menanggapi respons Israel.
“Sangat penting bagi Israel untuk bertanggung jawab penuh atas insiden ini. Selain itu, penting bagi Israel untuk mengambil tindakan guna menuntut mereka yang bertanggung jawab. Lebih penting lagi (bagi Israel) adalah memastikan bahwa ke depannya hal seperti ini tidak akan pernah terulang,” tegasnya.
Sekitar 200 pekerja kemanusiaan tewas dalam perang di Gaza sejauh ini. Beberapa pengamat mengatakan kepada VOA bahwa serangan terhadap rombongan mobil World Central Kitchen menjadi titik balik setelah begitu banyak warga sipil lain tewas.
Peneliti senior di Middle East Institute, Brian Katulis, mengatakan kepada VOA melalui Zoom, “Peristiwa itu mempertajam fokus masalah perlindungan warga sipil yang sudah menjadi perhatian cukup lama, sekaligus menjadi petunjuk semakin parahnya kelaparan di wilayah Gaza. Peristiwa itu juga terjadi ketika Israel mengusulkan serangan militer ke Rafah, tempat di mana sebagian besar penduduk Gaza mengungsi.”
Banyak pihak menuntut pemerintahan Biden untuk bersikap lebih keras terhadap Israel mengingat besarnya jumlah korban tewas dari kalangan sipil di Gaza.
Linda Robinson adalah peneliti senior kebijakan isu perempuan dan luar negeri di Council on Foreign Relations.
“Saya rasa pesan itu akhirnya telah disampaikan dengan jelas, tepat dan mendesak. Soal apakah pesan itu sudah diterima dan langkah apa yang akan diambil Netanyahu dan pemerintahannya ke depan [masih harus dilihat], karena langkah-langkah pertama ini hanyalah reaksi langsung, bukan revisi kebijakan, prosedur dan akuntabilitas sepenuhnya yang diperlukan.”
Peringatan enam bulan perang di Gaza diwarnai dengan semakin meningkatnya rasa frustrasi yang dirasakan warga Israel, di mana unjuk rasa antipemerintah semakin besar dan kemarahan semakin memuncak. Mereka menilai pemerintahan Netanyahu tidak melakukan apa-apa untuk membebaskan sekitar 130 sandera yang tersisa. Israel mengklaim, sekitar seperempat dari jumlah itu telah tewas.
Perang Israel-Hamas kembali pecah pada 7 Oktober, ketika militan Hamas menyerang Israel selatan dan menewaskan sekitar 1.200 orang, serta menculik sekitar 250 orang. Israel lantas membalasnya dengan melancarkan serangan yang telah berlangsung enam bulan, menewaskan lebih dari 33.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan di Gaza, dan memicu kritik komunitas internasional terhadap caranya berperang. [rd/ka]
Forum