Partai Republik yang menguasai DPR Amerika pada hari kedua pemungutan suara, Rabu (4/1), masih belum dapat memutuskan untuk memilih Kevin McCarthy sebagai ketua DPR, atau membuat strategi baru guna mengakhiri kekacauan politik yang telah menodai awal kekuasaan mayoritas mereka di majelis itu.
Untuk keenam kalinya, Partai Republik mencoba untuk memilih McCarthy ke posisi puncak saat DPR semakin berantakan. Dua puluh pendukung konservatif yang menolak mendukungnya tetap tidak mengubah haluan dan membuat McCarthy jauh dari 218 suara yang dibutuhkannya untuk menjadi ketua DPR.
Anggota Partai Republik di DPR dari negara bagian Ohio, Warren Davidson, mengatakan, “Biarkan kepala yang lebih dingin dan lebih rasional menang.” Davidson adalah seorang konservatif yang selaras dengan dengan “Freedom Caucus” sayap kanan yang tetap bersikukuh mencalonkan McCarthy.
Sementara anggota Partai Republik di DPR dari negara bagian Colorado, Lauren Boebert, yang menominasikan Byron Donalds dari negara bagian Florida, meminta agar mantan Presiden Donald Trump untuk memberitahu McCarthy bahwa “Anda tidak memiliki dukungan dan saatnya untuk mundur.”
Trump Tekan Partai Republik untuk Dukung McCarthy
Namun Trump Rabu pagi justru melakukan sebaliknya. Ia mendesak Partai Republik untuk memilih McCarthy. “Selesaikan kesepakatan, raih kemenangan,” tulisnya di situs media sosialnya dengan menggunakan huruf besar semua. “Jangan ubah kemenangan besar menjadi kekalahan besar dan memalukan.”
McCarthy tetap bertekad untuk terus berjuang meskipun kalah dalam enam putaran pemungutan suara, yang membuat mayoritas baru di majelis itu kacau.
Dinamika pada hari kedua terbukti tidak berbeda dengan hari pertama, di mana Partai Demokrat dengan solid memberikan suara pada anggota DPR dari negara bagian New York Hakeem Jeffries.
Dengan tidak terpilihnya pemimpin baru di DPR maka majelis ini tidak dapat mengambil sumpah anggota baru, membentuk komite, membahas undang-undang dan sebagainya. [em/jm]
Forum