Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Moskow hari Jumat (10/3) membahas usaha-usaha menyelesaikan masalah yang rumit di Timur Tengah.
“Kami sedang mengusahakan penyelesaian krisis yang paling gawat di dunia saat ini, yaitu krisis di Suriah,” kata Putin dalam wawancara pers menyusul pertemuan dengan Erdogan.
“Saya kira tidak banyak orang yang mengharapkan hal ini, tapi kami telah mengadakan dialog yang sangat baik dalam bidang intelijen dan kerjasama militer,” tambah Putin lagi.
Pemimpin Turki Erdogan menyatakan keyakinannya akan kelanjutan kerjasama dengan Rusia.
“Sejauh yang menyangkut masalah keamanan di kawasan kita, saya yakin dibutuhkan kerjasama untuk mengakhiri pertumpahan darah di Suriah,” katanya.
Rusia dan Turki telah bentrok berkali-kali tentang Suriah, karena pandangan mereka yang berbeda tentang mitra Rusia Bashar al-Assad. Mula-mula ada insiden ditembak jatuhnya pesawat jet Rusia oleh Turki bulan November tahun 2015, ditengah memuncaknya intervensi Rusia dalam konflik Suriah.
Putin menyebut penembakan jet Rusia itu sebagai “tikaman dari belakang” oleh Turki. Sebagai balasannya, Putin mengenakan larangan kunjungan antara kedua negara dan mengumumkan sanksi-sanksi perdagangan atas Turki.
Ketika terjadi usaha kudeta yang gagal terhadap Erdogan bulan Juni tahun lalu, suasana politik berubah lagi. Aksi kekerasan yang menimbulkan kematian 280 orang itu memicu kecaman NATO atas Turki.
Putin, yang sering dikuliahi oleh dunia Barat tentang HAM, segera menelepon Erdogan untuk menyatakan solidaritasnya. Erdogan kemudian minta maaf atas penembakan jet Rusia itu dan hubungan kedua negara kembali membaik.
Tidak lama kemudian, kedua negara mulai mengkoordinasikan tindakan militer mereka di Suriah untuk melawan ISIS dan kelompok oposisi Syria yang bertahan di kota Aleppo. [ps/ii]