China pekan ini menyelenggarakan serangkaian latihan militer di Laut China Selatan yang disengketakan, dan salah satu latihan militer itu menggunakan tembakan-tembakan meriam yang melibatkan lebih dari 100 kapal laut, termasuk beberapa kapal dengan kemampuan nuklir.
Juru bicara Angkatan Bersenjata Filipina Restituto Padilla mengatakan negara manapun dapat mengadakan latihan militer, terutama jika latihan tersebut dilakukan di perairan internasional. Ia mengatakan militer Filipina "tidak keberatan" bila China melakukan latihan tersebut.
"Namun intinya, China harus diajar agar transparan tentang latihan ini karena ada hal-hal yang perlu dihindari. Dan kami berupaya meningkatkan dialog antara militer-militer di wilayah ini, untuk menghindari kesalahpahaman," imbau Padilla.
Media pemerintah China melaporkan selain puluhan kapal angkatan laut yang terlibat dalam latihan penembakan dengan meriam hari Selasa, juga ambil bagian puluhan pesawat dan "beberapa batalyon peluncur rudal". Selain itu juga ikut dalam "jumlah yang tidak diketahui”, pasukan khusus yang melancarkan “perang informasi”. Tetapi, laporan itu tidak mengatakan lokasi berlangsungnya latihan itu.
Restituto Padilla dan juru bicara Departemen Pertahanan Filipina mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui lokasi tepat di mana latihan tersebut dilakukan.
Kementerian Pertahanan China tanggal 20 Juli mengunggah peringatan navigasi tentang latihan militer pekan ini. Koordinat yang tercantum dalam pemberitahuan itu menunjukkan daerah di sebelah tenggara Pulau Hainan tidak jauh dari Kepulauan Paracel, yang diklaim Vietnam, tapi jauh di sebelah utara kepulauan Spratly.
Juru bicara Departemen Pertahanan Filipina, Peter Paul Galvez memberitahu VOA melalui SMS bahwa latihan itu "boleh saja" karena dilakukan di perairan internasional. Tapi ia juga menekankan kekhawatiran tentang "kurangnya transparansi dan kejujuran."
Galvez merujuk pada pembangunan tujuh pulau buatan oleh China di sekitar kepulauan Spratly yang disengketakan. Filipina mengklaim enam dari pulau karang itu dan analis keamanan mengatakan sedikitnya satu dari pulau karang yang dibangun itu akan mampu menjadi pangkalan pesawat dan kapal-kapal militer. Pembangunan pulau-pulau buatan itu menimbulkan kekhawatiran pihak Amerika, yang menyerukan agar dihentikan.
Sam Bateman adalah penasihat program Studi Keamanan Maritim di S. Rajaratnam School of International Studies di Singapura. Ia mengatakan ada "dilema keamanan" di Laut China Selatan, dengan pola aksi-reaksi.
"Kita sudah punya masalah dengan Angkatan Laut AS yang melakukan latihan militer belum lama ini dengan Filipina, dan tentu saja mereka bisa dianggap provokatif terhadap China dan kemungkinan juga bisa memicu tanggapan semacam ini dari China, dengan mengadakan latihan militer sendiri," ujar Bateman.
Juru bicara kementerian pertahanan China awal pekan ini mengatakan latihan militer yang sedang berlangsung ini jangan "ditafsirkan secara berlebihan."
Tanpa menyebut Amerika, juru bicara Liang Yang mengatakan, "Beberapa negara besar di luar wilayah ini menarik negara-negara lain di kawasan untuk melakukan latihan militer baru-baru ini dengan menggunakan "China sebagai musuh khayalan."
China mengumumkan serangkaian latihan militer baru yang akan dimulai hari Sabtu, di daerah sebelah timur pulau Hainan. (zb/ii)