Sekolah-sekolah dasar serta sekolah lanjutan tingkat atas dan menengah di Filipina memulai tahun ajaran baru, Senin (5/10), dengan sistem pembelajaran daring. Namun, seperti halnya di banyak negara Asia Tenggara lainnya, sistem pembelajaran ini menghadapi banyak masalah.
Hampir 25 juta pelajar terdaftar tahun ini, kebanyakan di 47.000 sekolah negeri di berbagai penjuru negara itu. Setelah sekian lama menghadapi kekurangan guru, kelas dan penunjang pendidikan lain, sekolah-sekolah itu kini kesulitan menyediakan layanan pendidikan jarak jauh yang dapat dengan mudah diakses para pelajar.
Kebanyakan siswa tidak memiliki komputer dan akses ke internet yang terjamin koneksinya. Banyak keluarga, terutama di kawasan miskin dan kawasan pedesaan, lebih memilih untuk mendapat materi pelajaran yang disediakan pemerintah dalam bentuk cetakan. Para pelajar terpaksa mempelajari materi itu dengan bantuan orang tua mereka, atau orang lain.
Tidak sedikit keluarga yang bahkan begitu mengandalkan program pendidikan yang ditayangkan radio dan televisi bagi anak-anak mereka.
Fakta serupa juga ditemukan di ibu kota, Manila. Dua orang ibu, Jonna Galvez dan Iriene Andre, terpaksa memarkir kendaraan mereka dekat rumah tetangga yang memiliki WiFi sehingga kedua anak mereka bisa belajar online hanya melalui sebuah ponsel berukuran kecil.
Galvez menceritakan betapa sulitnya memperoleh pendidikan bagi anak mereka di masa pandemi. Mereka mengatakan, untunglah tetangga mereka memiliki WiFi yang bisa mereka akses dengan mudah.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan, sekolah-sekolah hanya akan dibuka seperti sedia kala jika vaksin Covid-19 sudah tersedia. Ia mengkhawatirkan sekolah-sekolah bisa menjadi klaster-klaster baru penularan virus itu.
Filipina memiliki lebih dari 322.400 kasus virus corona, tertinggi di Asia Tenggara, dengan lebih dari 5.700 kematian. [ab/uh]