Badan regulasi telekomunikasi Filipina, Selasa (5/5) memerintahkan jaringan televisi Alto Broadcasting System – Chronicle Broadcasting Network (ABS-CBN) menghentikan operasi mereka segera, dengan alasan lisensi mereka telah habis masa berlakunya.
Komisi Telekomunikasi Nasional, demikian badan itu disebut mengatakan dalam sebuah pernyataannya, izin operasi ABS-CBN yang berlaku selama 25 tahun berakhir pada 4 Mei lalu. Perusahaan itu diberi waktu selama 10 hari untuk menanggapi perintah itu dan menuntut agar izin siaran mereka dipertahankan.
Keputusan Komisi Telekomunikasi Nasional ini banyak dikecam media di Filipina. Presiden Rodrigo Duterte dikenal sebagai pengecam keras ABS-CBN. Banyak legislator oposisi dan aktivis kebebasan media menggambarkan aksi Duterte itu sebagai serangan terhadap media independen.
Media-media di Filipina memberitakan, pemerintah Filipina di bawah pimpinan Duterte, memang sudah lama berniat menghentikan operasi ABS-CBN. Untuk memuluskan usahanya, pemerintah bahkan melobi Kongres Filipina agar tidak memperpanjang izin siaran perusahaan itu.
Pengacara pemerintah dan pendukung setia Rodrigo Duterte,Jose Calida, pernah mengatakan, ABS-CBN telah terlalu lama memperlihatkan ketamakan dan penyelewengan izin usaha. “Kami ingin mengakhiri apa yang kami anggap sebagai praktik-praktik ABS-CBN yang sangat kasar yang menguntungkan segelintir kecil orang namun merugikan jutaan pelanggan setianya,” sebut Calida dalam suatu pernyataan.
Perselisihan antara ABS-CBN dengan Presiden Rodrigo Duterte terlihat sejak tahun 2016. Dikutip dari abs-cbn.com, kala itu stasiun televisi tersebut menolak menayangkan kampanye politikDuterte, dan memilih menayangkan tayangan kampanye Antonio Trillanes, yang saat itu berkompetisi menjadi wakil presiden.
Duterte mengklaim, ABS-CBN telah menerima sejumlah uang untuk kampanye politik yang tidak ditayangkan itu, dan ia tidak mendapatpengembalian uang atas kegagalan tayang tersebut.
Ini bukan kali pertama Duterte berseteru dengan media. Tahun lalu, jurnalis Filipina sekaligus Pimpinan Redaksi situs Rappler, Maria Ressa,menyatakan tidak akan menyerah dalam menghadapi proses hukum dalam kasus fitnah yang dituduhkan oleh pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Rodrigo Duterte. Menurut dia hal itu hanya bertujuan untuk membungkam kebebasan pers dan menutup kantor berita yang dipimpinnya karena kerap mengkritik kebijakan Duterte.
Ressa pernah dinobatkan sebagai "Person of the Year" pada 2018 oleh Majalah Time berkat kegiatan jurnalistiknya.
Lembaga Reporter Tanpa Batas (RTF) menyatakan Filipina menempati peringkat ke-136 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers tahun ini. [ab/uh]