Filipina tetap terbuka bagi pembahasan diplomatik dengan China dan yakin bahwa kedua negara dapat mencapai penyelesaian bagi sengketa terkait Laut China Selatan melalui dialog damai, kata penasihat keamanan nasional Filipina dalam sebuah pernyataan hari Jumat.
Pernyataan Eduardo Ano itu muncul setelah seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri China hari Kamis menyebut patroli gabungan AS dan Filipina di Laut China Selatan “provokatif” dan “tidak bertanggung jawab.
“Patroli bersama kami dengan AS dan potensi aktivitas mendatang dengan negara-negara sekutu lainnya memperlihatkan komitmen bersama kami pada tatanan internasional berbasis peraturan serta untuk memajukan perdamaian dan stabilitas di kawasan,” kata Ano.
Kedutaan Besar China di Manila mengulangi pernyataan juru bicara kementerian luar negeri ketika diminta menanggapi pernyataan Ano.
Dua kapal Angkatan Laut China telah membayangi-bayangi kapal-kapal Filipina dan AS yang melakukan patroli bersama yang baru-baru ini berakhir, kata militer Filipina hari Kamis.
Latihan maritim dua hari itu melibatkan empat kapal dari Angkatan Laut Filipina dan empat kapal dari armada Indo-Pasifik AS, termasuk di antaranya kapal induk kelas Nimitz, USS Carl Vinson. Patroli itu berakhir hari Kamis dan kapal-kapal AS berlabuh di Manila pada hari Jumat.
Patroli bersama itu merupakan yang kedua kalinya diselenggarakan oleh Filipina dan AS dalam waktu kurang dari dua bulan di Laut China Selatan, di mana ketegangan terkait sengketa klaim teritorial meningkat.
“Filipina tetap terbuka bagi diskusi diplomatik dengan China dan mengukuhkan kembali komitmennya untuk menjalin hubungan baik dengan semua negara,” kata Ano.
“Kami yakin bahwa melalui dialog damai dan kepatuhan pada hukum internasional, kita dapat mencapai resolusi yang menjadi kepentingan terbaik bagi semua pihak yang terlibat di kawasan,” ujarnya.
China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan, jalur kapal yang membawa muatan dengan nilai tahunan $3 triliun. Klaim kedaulatan China tumpang tindih di perairan teritorial yang diklaim oleh Filipina, Vietnam, Indonesia, Malaysia dan Brunei.
Pada tahun 2016, Mahkamah Arbitrase Tetap di Den Haag mengatakan klaim China tidak memiliki landasan hukum. China menolak putusan tersebut. [uh/ka]
Forum