Tautan-tautan Akses

Fraksi Demokrat DPR AS Ajukan Reformasi Kepolisian Besar-Besaran


Ketua DPR Nancy Pelosi (baju merah) dan beberapa anggota Kongres AS dari Fraksi Demokrat berlutut dan mengheningkan cipta untuk memberikan penghormatan terhadap mendiang George Floyd dan korban kebrutalan polisi lainnya, di Gedung Kongres AS, Senin 8 Juni 2020.
Ketua DPR Nancy Pelosi (baju merah) dan beberapa anggota Kongres AS dari Fraksi Demokrat berlutut dan mengheningkan cipta untuk memberikan penghormatan terhadap mendiang George Floyd dan korban kebrutalan polisi lainnya, di Gedung Kongres AS, Senin 8 Juni 2020.

Fraksi Demokrat di DPR Amerika hari Senin (8/6) menyerukan perombakan undang-undang kepolisian. Perombakan itu, jika disahkan, akan menjadi yang terbesar dalam beberapa dekade, sehingga berpotensi menimbulkan bentrokan baru dengan Presiden Donald Trump yang menuntut penegakan hukum yang keras.

Anggota Kongres Amerika Karen Bass, salah seorang sponsor rancangan undang-undang kepolisian Amerika, mengatakan kepada wartawan, “dunia menyaksikan kelahiran gerakan baru di negara kita. Orang-orang berunjuk rasa untuk menuntut tidak hanya perubahan, tetapi juga perubahan transformatif yang mengakhiri kebrutalan polisi, yang mengakhiri identifikasi ciri-ciri tertentu tentang seseorang berdasarkan ras dan mengakhiri proses penyangkalan hak warga Amerika untuk bisa menuntut ketika mereka terluka karena ulah seorang polisi.”

Menyusul kematian George Floyd dua minggu lalu, seorang pria kulit hitam berusia 46 tahun dalam tahanan polisi di Minneapolis, Minnesota, Fraksi Demokrat baik di DPR dan Senat ingin memperluas akuntabilitas polisi, melacak polisi “bermasalah” melalui “registrasi pelanggaran polisi nasional” dan mengakhiri praktik pengalihan peralatan militer ke departemen kepolisian di seluruh Amerika.

Fraksi Demokrat telah menjadwalkan dengar pendapat mulai hari Rabu ini di DPR dan berharap untuk meloloskan apa yang mereka sebut sebagai “Keadilan dalam Undang-Undang Kepolisian 2020” pada akhir bulan ini. Untuk menjadi undang-undang, RUU itu juga harus disahkan di Senat yang dikuasai oleh Partai Republik, di mana sidang tentang kepolisian dijadwalkan akan berlangsung minggu depan.

Ketua DPR Nancy Pelosi dari Partai Demokrat berbicara dalam jumpa pers hari Senin.

“Tragedi itu, kengerian sejarah itu, lalu perbudakan di negara kita sendiri, dan kemudian konsekuensi dari itu semua, kita berada di sini untuk ikut merasakan kepedihan itu. Kita berada di sini untuk menghormati aksi warga Amerika untuk berbicara menentang itu semua, yang secara khusus terpapar pada kebrutalan polisi. Kita berada di sini untuk menghormati George Floyd,” papar Pelosi.

Pemimpin Fraksi Minoritas Senat Charles E. Schumer mengatakan dia akan mendorong pemimpin Fraksi Mayoritas Senat Mitch McConnell agar menagadakan sidang dan pemungutan suara untuk RUU itu pada bulan Juli.

“Ketika kita berkumpul di Aula Besar ini untuk upacara, kita biasanya mulai dengan Ikrar Kesetiaan, yang berakhir dengan yang tiga kata, keadilan untuk semua. Hari ini, saat kita berdiri dalam keheningan daripada dalam janji yang diucapkan, mari kita renungkan kata-kata itu: keadilan untuk semua. Dan, apa yang perlu kita lakukan untuk membuat kata-kata itu sungguh-sungguh berlaku di zaman ini bagi orang kulit hitam Amerika dan semua orang Amerika,” ujar Schumer.

Upaya Kongres pada masa lalu untuk mereformasi kepolisian dan legislasi tentang kepemilikan senjata api selalu gagal, dan sejauh mana Fraksi Republik akan dapat bergabung dalam upaya menyetujui reformasi kepolisian itu sejauh ini tidak jelas. Anggota Kongres Kevin McCarthy, pemimpin minoritas dari Partai Republik, mengatakan dia yakin kedua partai “dapat mencapai titik temu.”

Tetapi Partai Republik sering mengacu pada isyarat mengenai dari Presiden Donald Trump, yang mengatakan dalam cuitan di Twitter hari Minggu, “Saya ingin PENEGAKAN HUKUM yang baik dan didanai dengan baik. Saya ingin HUKUM & KETERTIBAN!”

Dalam garis-garis besar legislasi itu, kalangan Demokrat mengatakan, “Bias berulang kali dan tidak terkendali dalam kepolisian dan kurangnya akuntabilitas mendatangkan malapetaka pada komunitas kulit hitam. Kota-kota diliputi rasa sakit dan kesedihan yang ditimbulkan oleh kekerasan yang terjadi pada orang kulit hitam dan berwarna lainnya.”

Rancangan undang-undang tersebut berupaya memberlakukan larangan mencekik leher, mengunci leher, dan perintah penangkapan tanpa peringatan dalam kasus narkoba di tingkat federal, sementara menekan pemerintah negara bagian dan lokal untuk memberlakukan larangan serupa dengan menahan dana federal untuk kepolisian bagi daerah yang tidak melaksanakannya.

Sejauh ini beberapa pemerintah daerah telah melarang polisi menggunakan jenis taktik penaklukan yang menyebabkan kematian Floyd. Dia ditengkurapkan dengan tangan diborgol di jalan kota Minneapolis oleh seorang polisi kulit putih, Derek Chauvin, yang menindih leher Floyd dengan lututnya selama hampir sembilan menit, bahkan ketika Floyd berulang kali mengatakan dia tidak bisa bernapas.

Chauvin telah didakwa dengan pembunuhan tingkat dua dalam kasus ini, sementara tiga rekan polisi yang tidak melakukan intervensi untuk membantu Floyd dituduh membantu dan bersekongkol dengan pembunuhan itu.

Kemarahan atas kematian Floyd dan kebrutalan polisi terhadap kaum minoritas telah menyebabkan demonstrasi di Amerika dan di seluruh dunia selama dua minggu, dan sebagian berubah menjadi bentrokan antara pemrotes dan polisi. Dalam beberapa hari terakhir, sebagian besar protes berlangsung damai. [lt/jm]

XS
SM
MD
LG