Di kota pelabuhan Mariupol, di mana tentara dan warga Ukraina sedang berjuang bahu-membahu mencegah masuknya tentara Rusia, sebuah ambulans dengan kecepatan tinggi melintasi daerah konflik menuju ke rumah sakit di kota itu. Di dalamnya terdapat seorang gadis kecil yang terluka parah terkena pecahan peluru dari pasukan Rusia.
Gadis berusia enam tahun itu tampak pucat. Darah tampak di sebagian rambutnya yang berwarna kecoklatan dan diikat karet. Celana piyama bergambar kartun unicorn berlumuran darah. Ia dilarikan ke rumah sakit bersama ayahnya, yang juga mengalami luka di bagian kepala.
Tim medis berjuang keras memompa jantung gadis kecil itu sejak masih berada di dalam ambulans. Mereka berkejaran dengan waktu untuk dapat memulihkan kondisi gadis kecil tersebut, setidaknya sampai membuat kondisinya stabil. Upaya ini berlanjut ketika ambulans tiba di rumah sakit. Ia dilarikan ke ruang gawat darurat. Ibu gadis ini menangis pedih di depan pintu ruang gawat darurat itu menyaksikan anaknya berjuang mempertahankan nyawanya.
Seorang dokter dan beberapa perawat berkerumun melakukan apapun untuk menyelamatkan nyawa sang gadis kecil tersebut. Salah seorang diantaranya memberi suntikan. Sementara yang lainnya menggunakan defibrillator atau semacam alat medis untuk menganalisa irama jantung secara otomatis dan memberikan kejutan listrik untuk mengembalikan irama jantung jika dibutuhkan. Dokter yang berbaju biru memompa oksigen sambil menatap lurus ke arah kamera wartawan Associated Press yang diijinkan masuk.
Gadis itu, yang namanya belum diketahui, tidak dapat diselamatkan. Dokter menutup mata gadis itu dan dengan lembut mengelus rambut dan kepalanya. “Tunjukkan ini pada Putin,” ujar dokter itu dengan geram. “(Tunjukkan) mata gadis ini dan mata kami yang menangis,” tambahnya. Para perawat tak kuasa menahan tangis mereka.
Tubuh gadis itu dibiarkan berada di ruang gawat darurat sejenak, ditutupi jaket polyester berwarna cerah yang sebagian berlumuran darah. Sang ibu duduk sendirian di koridor rumah sakit yang dingin, memilah barang-barang yang sempat dibuangnya ketika ia berpacu menuju ke rumah sakit. Ia tidak lagi menangis. Pandangan matanya kosong.
Hingga Selasa (1/3), hari keenam sejak Rusia menginvasi Ukraina, sedikitnya seratus warga sipil telah tewas menjadi korban, termasuk di dalamnya anak-anak.
Badan PBB Urusan Pengungsi UNHCR, pada Selasa (1/3), mengatakan sekitar 660.000 pengungsi telah melarikan diri dari Ukraina ke negara-negara tetangga. Diperkirakan lebih dari empat juta warga akan meninggalkan Ukraina jika perang semakin memburuk. [em/jm]