Kelompok gamelan jegog “Artha Negara” dibentuk tahun 2013 oleh I Gede Oka Artha Negara, seniman Bali asal Jembrana yang tengah menempuh pendidikan doktoral di UC Santa Cruz.
“Jadi gamelan Artha Negara sesuai dengan namanya. Gamelan, ya, gamelan. Artha Negara karena gamelan ini ada di Negare, yaitu Bali bagian barat. Lalu, Artha adalah hartanya negara. Kebetulan saya juga nama saya Artha Negara,” kata Oka.
Menurut Oka, untuk bermain gamelan jegog yang terbuat dari bambu ini diperlukan postur badan yang gagah. Ia juga mencatat pentingnya gerakan dan ekspresi muka, tangan dan kaki.
Adrian James Warlick, salah satu anggota “Artha Negara,” bermain gamelan jegog ramai-ramai sembari berdiri adalah salah satu daya tarik seni musik Indonesia ini.
“Saya suka alat musik perkusi, jadi dapat bermain gamelan jegog sambil berdiri seru banget. Semua anggotanya main bersama, itulah yang paling saya suka, main gamelan bersama-sama,” kata Adrian.
Bagi para anggotanya, daya tarik gamelan jegog ini tidak hanya terletak pada kebebasan dalam mengekspresikan musik yang dimainkan.
“Buat saya, gamelan jegog memiliki suasana kesukuan sebuah pulau. Musiknya tidak ada nada elemen perkusi metal, pokoknya suasananya seperti di Bali,” ujar Amanda Rose Love Land, anggota kelompok gamelan ini.
Menurut anggota lainnya, Zeki Schwartz, musik gamelan jegong menimbulkan perasaan kuat bagi pendengarnya.
“Struktur musiknya sangat berbeda dari musik Barat karena penekanannya di akhir bukan di awal. Musiknya seperti terus berputar seperti tidak ada habisnya,” tambah Zeki.
Bagi Oka yang sudah menekuni tari dan gamelan Bali sejak usia lima tahun, kesempatan menetap di Amerika membuka peluang baginya untuk memperkenalkan Indonesia melalui pementasan gamelan jegog.
“Terus terang saya bangga sekali sebagai orang Indonesia di Amerika. Saya jadi senang kebudayaan kita dicintai disini, disenangi dan mendapatkan tempat di hati masyarakat,” kata Oka.