Tautan-tautan Akses

Gaza yang Rentan Bersiap Hadapi Virus Corona


Para petugas menyemprotkan disinfektan di sebuah pasar di kota Gaza, Jalur Gaza (19/3).
Para petugas menyemprotkan disinfektan di sebuah pasar di kota Gaza, Jalur Gaza (19/3).

Walaupun jumlah orang yang dikukuhkan terjangkit virus corona di wilayah Palestina di Tepi Barat dan Gaza relatif rendah, yakni sedikit di atas 100, para pejabat kesehatan Palestina khawatir karena sejauh ini hanya ada sedikit pemeriksaan untuk virus itu. Mereka khawatir situasi akan cepat menjadi mengerikan, terutama di Gaza yang berpenduduk padat, di mana infrastruktur layanan kesehatan sudah sangat rapuh.

Kementerian Kesehatan Gaza sedang membangun rumah sakit lapangan dan dua fasilitas karantina besar di perbatasan dengan Mesir. Para pejabat Kementerian Kesehatan Gaza khawatir mereka akan segera kewalahan.

Dr. Medhat Abbas, Menteri Kesehatan Gaza mengatakan, “Saya seorang spesialis kesehatan masyarakat, dan apa yang saya lihat membuat saya takut. Saya tahu sebelum masalah corona ini kita telah mengalami blokade Gaza selama hampir 13 tahun, dan sistem kesehatan sudah rapuh, dengan kapasitas tempat tidur dan peralatan yang terbatas dan masalah-masalah lainnya. Jadi, ini meningkatkan tekanan. Saya khawatir tanpa dukungan dari luar, sistem kesehatan di Gaza akan ambruk.”

Kekhawatiran itu digaungkan oleh Dr. Gerald Rockenschaub, Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Wilayah Palestina.

“Masalahnya, Jalur Gaza adalah lingkungan yang sangat padat penduduknya. Keadaan demikian jelas merupakan lingkungan yang kondusif untuk penyebaran penyakit. Selain itu, kami jelas mulai dari tingkat sistem kesehatan yang relatif bermasalah, dan seperti saya katakan, di mana-mana terjadi kekurangan obat-obatan, sumber daya manusia, hingga peralatan medis,” ujarnya.

Pemerintah Hamas mendisinfeksi jalan-jalan dan pasar-pasar di Gaza, dan bahkan minta bantuan milisi bersenjata Jihad Islam itu.

Masjid-masjid telah ditutup dan acara-acara sosial dibatasi, yang merupakan langkah-langkah penting untuk memperlambat penyebaran penyakit itu.

Warga Palestina di Tepi Barat juga dalam keadaan darurat 30 hari yang dinyatakan oleh perdana menteri Palestina, setelah Bethlehem mengumumkan kasus-kasus pertama virus corona pada warga Palestina dan menutup Gereja Kelahiran Yesus yang ikonik di kota itu.

Pihak berwenang Palestina membagikan bantuan medis dan makanan dan pemerintah Israel juga bekerja sama dengan memberikan pasokan peralatan dan penerangan mengenai cara-cara menghindari virus corona, seperti disampaikan oleh Yotam Shefer, koordinator kegiatan pemerintah di wilayah itu.

“Israel mengirimkan ratusan peralatan medis ke Otorita Palistina yang memungkinkan pengamatan virus itu. Juga ada tutorial bersama dan lokakarya profesional medis yang diikuti baik oleh staf medis Israel maupun Palestina, di mana mereka diberi pengetahuan tentang virus corona dan alat yang tepat untuk mengatasinya,” tukasnya.

Israel dan Palestina sering tidak setuju dengan banyak hal lain, tetapi warga Palestina dan Israel mengakui bahwa virus corona tidak mengenal perbatasan dan – dalam hal ini – mereka bertindak dalam solidaritas untuk mencegah penyebaran lintas perbatasan. [lt/ii]

XS
SM
MD
LG