Para petugas medis berjuang melawan kelelahan dan risiko terinfeksi Covid-19 saat mereka berjibaku untuk merawat orang-orang yang terluka akibat gempa bumi dahsyat yang mengguncang Sulawesi Barat.
Sedikitnya 81 orang tewas dan ribuan kehilangan tempat tinggal akibat gempa berkekuatan 6,2 magnitudo yang melanda Jumat (15/1) pagi pekan lalu. Gempa dahsyat itu menghancurkan bangunan hingga menjadi tumpukan besi dan dan bongkahan beton di Kota Mamuju yang terletak di pinggir pantai.
Dengan mengenakan masker, para dokter merawat sejumlah pasien yang mengalami patah anggota tubuhdan luka lainnya di tenda-tenda medis darurat yang didirikan di luar salah satu dari rumah sakit di kota itu yang selamat dari gempa.
"Para pasien terus berdatangan," kata Nurwardi, manajer operasi di RSUD Mamuju Sulawesi Barat, kepada kantor berita AFP.
"Ini adalah satu-satunya rumah sakit yang beroperasi di kota ini. Banyak yang membutuhkan operasi, tetapi sumber daya dan obat yang kami miliki terbatas."
Pusat triase di lapangan terbuka kekurangan anggota staf. Para perawat bekerja tampak sibuk bekerja, meskipun berisiko tertular virus corona.
Nurwardi mengatakan rumah sakit sedang susah payah menyiapkan lebih banyak ruangan untuk melakukan pembedahan dan mendirikan tenda tambahan di luar untuk merawat yang terluka.
Namun kekhawatiran bahwa gempa lain dapat merobohkan gedung menambah tantangan.
“Banyak pasien yang tidak mau dirawat di dalam rumah sakit karena khawatir akan gempa lagi,” kata Nurwardi.
"Bukan hanya mereka, para petugas medis ... juga takut berada di dalam gedung."
Masih belum jelas berapa banyak orang – hidup atau meninggal - yang masih berada di bawah tumpukan puing, karena tim penyelamat bergegas mencari korban lebih dari tiga hari setelah bencana.
Masih Terjebak
Sebagian besar dari 81 korban tewas ditemukan di Mamuju, tetapi beberapa jenazah juga ditemukan di selatan kota berpenduduk 110.000 orang di Provinsi Sulawesi Barat.
Gempa pada Jumat (15/1) memicu kepanikan di antara penduduk pulau itu, yang dilanda bencana gempa-tsunami 2018 yang menewaskan ribuan orang.
Setidaknya 18 orang berhasil diselamatkan hidup-hidup dari reruntuhan bangunan, termasuk sepasang kakak-adik.
Polisi mulai menggunakan anjing pelacak untuk membantu pencarian di rumah sakit yang rusak parah, sementara kantong mayat diisi dengan jenazah-jenazah yang ditemukan.
"Mungkin ada beberapa orang yang masih terperangkap di bawah reruntuhan," kata juru bicara Badan SAR, Yusuf Latif, Senin (18/1).
Sementara itu, sekitar 19.000 orang yang kehilangan tempat tinggal akibat gempa mengungsi ke puluhan tempat pengungsian sementara. Sebagian besar tempat penampungan tidak lebih dari tenda berlapis terpal yang dijejali sejumlah keluarga penyintas.
Para pengungsi mengatakan mereka kehabisan makanan, selimut, dan bantuan lainnya, karena persediaan darurat disalurkan ke wilayah yang terkena dampak paling parah.
Banyak orang yang selamat tidak dapat kembali ke rumah mereka yang hancur atau mereka terlalu takut untuk kembali karena takut tsunami yang dipicu oleh gempa susulan, yang biasa terjadi setelah gempa bumi yang kuat.
Khawatir wabah virus corona merebak di kamp-kamp yang padat, pihak berwenang berusaha memisahkan kelompok berisiko tinggi dan rendah. [na/ft]