Pasukan Israel pada Rabu (11/12) mundur dari sebuah kota strategis di Lebanon selatan dan digantikan oleh pasukan Lebanon sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata antara Israel dan kelompok militan Hizbullah.
Penarikan diri dari Al-Khiam terjadi dua minggu setelah dimulainya gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika Serikat dan Prancis.
“Ini adalah langkah pertama yang penting dalam penerapan penghentian permusuhan untuk jangka panjang dan meletakkan dasar bagi kemajuan yang berkelanjutan,” kata Jenderal Erik Kurilla, kepala Komando Pusat Amerika, dalam sebuah pernyataan.
Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati menyebut perkembangan tersebut sebagai “langkah mendasar menuju penguatan penempatan tentara di selatan, dalam penerapan keputusan gencatan senjata.”
Gencatan senjata tersebut menghentikan pertempuran intensif selama berbulan-bulan antara Israel dan Hizbullah, termasuk operasi darat Israel di Lebanon dan serangan udara yang menewaskan banyak pemimpin Hizbullah. Hizbullah melancarkan serangan lintas batas terhadap Israel sebagai solidaritas dengan militan Hamas di Jalur Gaza setelah serangan Hamas pada Oktober 2023 di Israel selatan.
Pentagon mengatakan Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin membahas gencatan senjata tersebut dengan Menteri Pertahanan Israel Israel Katz melalui panggilan telepon pada Rabu. Dalam pembicaraan itu, Austim mengatakan bahwa hal itu dapat membawa ketenangan jangka panjang dan memungkinkan orang-orang di kedua sisi perbatasan Israel-Lebanon untuk kembali ke rumah mereka.
“Menteri menekankan komitmen AS untuk menjamin pembebasan semua sandera di Gaza, termasuk warga Amerika, dan mendesak pemerintah Israel untuk terus mengambil langkah-langkah guna memperbaiki kondisi kemanusiaan yang mengerikan di Gaza,” ungkap sekretaris pers Pentagon Mayjen Pat Ryder dalam sebuah pernyataan.
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu menuntut gencatan senjata segera dan permanen di Jalur Gaza serta pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera yang masih ditahan oleh militan Palestina.
Resolusi gencatan senjata, yang didukung oleh 85 orang, diadopsi dengan 158 suara mendukung dan sembilan suara menentang, termasuk Amerika Serikat dan Israel.
Amerika Serikat memblokir resolusi serupa dengan hak vetonya di Dewan Keamanan PBB pada 20 November. Amerika mengatakan bahwa pihaknya tidak dapat mendukung gencatan senjata tanpa syarat yang tidak disertai dengan pembebasan sandera. Pada Rabu, AS menentang resolusi gencatan senjata di Majelis Umum dengan alasan yang sama. Negara itu menentang resolusi kedua yang mendukung UNRWA (The United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East), badan bantuan PBB yang membantu pengungsi Palestina.
Dukungan untuk UNRWA
Dalam pemungutan suara terpisah, majelis yang beranggotakan 193 orang menyatakan dukungannya terhadap UNRWA, badan bantuan PBB yang membantu pengungsi Palestina di wilayah pendudukan dan Timur Tengah yang lebih luas.
Pada 28 Oktober, parlemen Israel mengadopsi undang-undang yang melarang lembaga tersebut di Israel, sehingga berpotensi melumpuhkan kemampuannya untuk menjangkau jutaan warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat. Undang-undang ini akan mulai berlaku pada Januari.
Lebih dari 90 negara turut mensponsori teks tersebut, dan 159 negara mendukungnya, sementara sembilan negara menolaknya.
Resolusi tersebut mengatakan tidak ada lembaga lain yang dapat menggantikannya dan meminta Israel “untuk mematuhi kewajiban internasionalnya, menghormati hak istimewa dan kekebalan badan tersebut dan menjunjung tinggi tanggung jawabnya untuk memungkinkan dan memfasilitasi bantuan kemanusiaan secara penuh, cepat, aman dan tanpa hambatan dalam segala bentuknya ke dan di seluruh Jalur Gaza." [ft/rs]
Koresponden PBB Margaret Besheer berkontribusi pada laporan ini. Beberapa materi dalam laporan ini berasal dari The Associated Press, Agence France-Presse dan Reuters.