BANGKOK —
Tentara Thailand mengatakan sedikitnya 60 gerilyawan bersenjata berat, mengenakan seragam gaya militer, menyerang pangkalan mereka Rabu pagi di Provinsi Narathiwat selatan.
Militer mengatakan mendapat bocoran tentang rencana serangan itu, dan siap siaga menghadapinya sehingga tidak ada korban dalam baku tembak. Militer menyita 13 senapan, pistol, bom, dan kendaraan.
Sebagian besar militan melarikan diri ke wilayah hutan di perbatasan Thailand dengan Malaysia.
Jurubicara Angkatan Bersenjata Thailand Kolonel Pramote Prom-in mengatakan militer menghimbau diberlakukannya larangan keluar rumah selama 24 jam selagi mereka mengejar para penyerang.
Ia mengatakan, Angkatan Bersenjata meminta masyarakat setempat untuk tetap tinggal di rumah dari pukul 6 pagi sampai 6 malam untuk memungkinkan tentara memeriksa daerah tersebut. Ia mengatakan bom masih ditemukan di beberapa daerah dan militer harus mengejar para pemberontak.
Kolonel itu tidak mengungkapkan rincian lebih lanjut dan katanya ia tidak punya waktu untuk menjawab pertanyaan.
Serangan itu merupakan yang paling berdarah sejak tahun 2004, ketika pasukan keamanan membalas serangan gerilyawan dengan senjata berat, lebih dari 100 orang tewas. 32 militan Muslim Melayu tewas dalam sebuah serangan ke Masjid Krue Se, yang kemudian menyulut pemberontakan lebih lanjut.
Para pemberontak merupakan kelompok yang diyakini menghendaki otonomi lebih di selatan tetapi tidak mendapat dukungan dari publik.
Mayoritas penduduk Thailand adalah umat Budha, namun tiga provinsi di selatan yang berbatasan dengan Malaysia - Pattani, Narathiwat, dan Yala, 80 persen penduduknya adalah etnis Melayu yang beragama Islam.
Lebih dari 100 tahun yang lalu mereka membentuk kesultanan Melayu yang independen, sebelum Thailand merebut wilayah itu.
Kebencian yang mendalam terhadap pemerintah Thailand meledak tahun 2004 dalam pertempuran yang menewaskan lebih dari 5.000 orang, sebagian besar warga sipil.
Srisompob Jipiromsri adalah direktur Deep South Watch, sebuah lembaga kajian Thailand tentang masalah di selatan. Ia mengatakan serangan hari Rabu ke pangkalan militer bukan hanya kegagalan taktik, tetapi juga menunjukkan meningkatnya dukungan bagi militer Thailand.
Pertempuran berdarah itu terjadi hanya beberapa hari setelah sebuah serangan bom mobil dan penembakan di selatan menewaskan lima tentara dan mencederai lima orang lainnya.
Militer mengatakan mendapat bocoran tentang rencana serangan itu, dan siap siaga menghadapinya sehingga tidak ada korban dalam baku tembak. Militer menyita 13 senapan, pistol, bom, dan kendaraan.
Sebagian besar militan melarikan diri ke wilayah hutan di perbatasan Thailand dengan Malaysia.
Jurubicara Angkatan Bersenjata Thailand Kolonel Pramote Prom-in mengatakan militer menghimbau diberlakukannya larangan keluar rumah selama 24 jam selagi mereka mengejar para penyerang.
Ia mengatakan, Angkatan Bersenjata meminta masyarakat setempat untuk tetap tinggal di rumah dari pukul 6 pagi sampai 6 malam untuk memungkinkan tentara memeriksa daerah tersebut. Ia mengatakan bom masih ditemukan di beberapa daerah dan militer harus mengejar para pemberontak.
Kolonel itu tidak mengungkapkan rincian lebih lanjut dan katanya ia tidak punya waktu untuk menjawab pertanyaan.
Serangan itu merupakan yang paling berdarah sejak tahun 2004, ketika pasukan keamanan membalas serangan gerilyawan dengan senjata berat, lebih dari 100 orang tewas. 32 militan Muslim Melayu tewas dalam sebuah serangan ke Masjid Krue Se, yang kemudian menyulut pemberontakan lebih lanjut.
Para pemberontak merupakan kelompok yang diyakini menghendaki otonomi lebih di selatan tetapi tidak mendapat dukungan dari publik.
Mayoritas penduduk Thailand adalah umat Budha, namun tiga provinsi di selatan yang berbatasan dengan Malaysia - Pattani, Narathiwat, dan Yala, 80 persen penduduknya adalah etnis Melayu yang beragama Islam.
Lebih dari 100 tahun yang lalu mereka membentuk kesultanan Melayu yang independen, sebelum Thailand merebut wilayah itu.
Kebencian yang mendalam terhadap pemerintah Thailand meledak tahun 2004 dalam pertempuran yang menewaskan lebih dari 5.000 orang, sebagian besar warga sipil.
Srisompob Jipiromsri adalah direktur Deep South Watch, sebuah lembaga kajian Thailand tentang masalah di selatan. Ia mengatakan serangan hari Rabu ke pangkalan militer bukan hanya kegagalan taktik, tetapi juga menunjukkan meningkatnya dukungan bagi militer Thailand.
Pertempuran berdarah itu terjadi hanya beberapa hari setelah sebuah serangan bom mobil dan penembakan di selatan menewaskan lima tentara dan mencederai lima orang lainnya.