Presiden Joko Widodo, Selasa (31/3) telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan dalam menghadapi dampak ekonomi dari virus corona.
Perppu ini, kata Jokowi dapat menjadi panduan bagi semua pihak di pemerintahan untuk menyelamatkan perekonomian nasional dan stabiltas keuangan.
Pemerintah, pun telah memutuskan menambah anggaran untuk mengatasi permasalahan COVID-19 dalam Anggaran Pembiayaan dan Belanja Negara (APBN) 2020 sebanyak Rp405,1 triliun.
“Rp75 triliun belanja bidang kesehatan, Rp110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat dan Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan dan pembiayaan dunia usaha khususnya terutama UMKM,” jelas Jokowi dalam telekonfenrensi di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (31/3).
Dijelaskannya, anggaran dalam bidang kesehatan akan diprioritaskan untuk perlindungan kepada tenaga kesehatan. Sementara itu, dalam anggaran perlindungan sosial, Jokowi telah membuat enam paket bantuan sosial yang akan diberikan kepada kalangan masyarakat yang terdampak COVID-19.
Pertama, pemerintah menaikkan jumlah penerima program keluarga harapan (PKH) dari semula 9,2 juta menjadi 10 juta keluarga.
“Sedangkan besaran manfaatnya akan dinaikan 25 persen. Misalnya komponen ibu hamil naik dari Rp2,4 juta menjadi Rp.3 juta per tahun. Komponen anak usia dini Rp. 3juta per tahun. Komponen disabilitas Rp.2,4 juta per tahun. Dan kebijakan ini efektif mulai April 2020,” jelasnya.
Kedua, jumlah penerima kartu sembako akan dinaikkan dari 15.2 juta menjadi 20 juta keluarga. Nilainya dari kartu sembako pun naik 30 persen dari Rp 150 ribu menjadi Rp 200 ribu, dan akan diberikan selama sembilan bulan.
Ketiga, tentang kartu pra kerja. Anggaran kartu pra kerja dinaikkan dari Rp. 10 triliun menjadi Rp. 20 triliun, dan jumlah penerimanya menjadi 5,6 juta orang.
“Terutama ini untuk pekerja informal serta pelaku usaha mikro dan kecil yang terdampak COVID-19. Dan nilai manfaatnya adalah Rp. 650 ribu sampai Rp 1 juta selama empat bulan ke depan,” paparnya.
Keempat, menyangkut terkait tarif listrik. Untuk pelanggan listrik 450 VA yang jumlahnya sekitar 24 juta pelanggan akan digratiskan selama tiga bulan ke depan, yaitu untuk April, Mei dan Juni 2020. Sedangkan untuk pelanggan 900 VA yang jumlahnya sekitar tujuh juta pelanggan akan didiskon 50 persen selama tiga bulan ke depan.
Kelima, perihal antisipasi kebutuhan pokok. Pemerintah mencadangkan Rp.25 triliun untuk pemenuhan kebutuhan pokok serta operasi pasar dan logistik.
Keenam, pemerintah akan memberikan keringanan pembayaran kredit.
“Bagi para pekerja informal baik itu ojek online, supir taksi, pelaku umkm, nelayan, dengan penghasilan harian dan kredit di bawah Rp10 miliar, OJK telah menerbitkan aturan mengenai hal tersebut dan mulai berlaku April ini. Telah ditetapkan tidak perlu datang ke bank atau perusahaan leasing, cukup melalui email atau media komunikasi digital seperti WA,” ungkapnya.
Dampak Ekonomi Akibat Virus Corona, Defisit APBN akan Melebar 5,07 persen?
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga mengatakan bahwa penerbitan Perppu ini untuk mengantisipasi defisit yang kemungkinan akan melebar hingga 5,07 persen dalam APBN 2020. Maka dari itu, diperlukan relaksasi kebijakan defisit ABPN di atas tiga persen, karena sebelumnya disebutkan dalam UU Nomor 17 2003 tentang Keuangan Negara bahwa defisit anggaran dibatasi maksimal tiga persen dari PDB.
Jokowi pun berharap dukungan dari DPR untuk menetapkannya sebagai UU.
“Namun relaksasi defisit ini hanya untuk tiga tahun yaitu 2020, 2021 dan 2022. Setelah itu kita akan kembali ke disiplin fiskal minimal tiga persen mulai 2023. Terakhir saya mengharapkan dukungan dari DPR RI, untuk Perppu yang baru saja saya tanda tangani ini akan segera diundangkan dan dilaksanakan dan dalam waktu secepat-cepatnya. Kami akan menyampaikan ke DPR RI untuk mendapat persetujuan menjadi UU,’ ujar Jokowi.
Jokowi Teken Keputusan Presiden Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
Presiden Jokowi pun telah memantapkan langkahnya untuk tidak melakukan lockdown dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Keppres Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Dengan terbitnya PP dan Keppres tersebut, Jokowi berharap hal ini dijalankan oleh seluruh elemen pemerintahan utamanya yang di daerah.
“Dengan terbitnya PP ini semuanya jelas. Para kepala daerah saya minta tidak membuat kebijakan sendiri-sendiri yang tidak terkoordinasi. Semua kebijakan di daerah harus sesuai dengan peraturan, berada dalam koridor undang-undang, PP, serta Keppres tersebut. Polri juga dapat mengambil langkah-langkah penegakan hukum yang terukur dan sesuai undang-undang agar PSBB berlaku secara efektif dan mencapai tujuan mencegah meluasnya wabah,” jelas Jokowi.
Sekali lagi Jokowi menjelaskan alasannya tidak mengambil opsi lockdown seperti yang yelah dilakukan sejumlah negara.
“Sebab semua negara memiliki ciri khas masing-masing. Baik itu luas wilayah, jumlah penduduk, kedisiplinan, kondisi geografis, karakter dan budaya, perekonomian masyarakatnya, kemampuan fiskalnya, dan lain-lain. Oleh karena itu, kita tidak boleh gegabah dalam merumuskan strategi. Semuanya harus dihitung, semuanya harus dikalkulasi dengan cermat. Dan inti kebijakan kita sangat jelas dan tegas. Yang pertama kesehatan masyarakat adalah yang utama. Oleh sebab itu kendalikan penyebaran COVID-19 dan obati pasien yang terpapar,” tegasnya. [gi/ab]