Setelah dilepasliarkan di salah satu kawasan konservasi di Sumatra Barat padapertengahan Oktober lalu, harimau Sumatera berjenis kelamin betina yang diberi nama “Putri Singgulung” dipastikan telah beradaptasi dengan habitat barunya. Hal ini disampaikan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam BKSDA Sumatera Barat Ardi Andono dalam keterangan pers tertulis pada Jumat (4/11).
“Pelepasliaran ini merupakan kali kedua dilakukan untuk Putri Singgulung, yakni sebelumnya pada 27 November 2020. Kini, Putri Singgulung telah dinyatakan dapat beradaptasi di habitat barunya sejak 30 Oktober 2022,” ujar Ardi Andono.
Pelepasliaran “Putri Singgulung” dilakukan BKSDA bekerja sama dengan Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Sumber Daya Genetik (KKHSDG), dan Yayasan ARSARI Djojohadikusumo (YAD), didukung oleh Kementerian Pertahanan RI melalui Komando Operasi Udara I Pangkalan TNI AU Roesmin Nurjadin, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Yayasan Sintas Indonesia, dan Departemen Biologi FMIPA Universitas Andalas.
“Putri Singgulung” diselamatkan bersama saudaranya “Putra Singgulung” di Kabupaten Solok, Sumatra Barat, pada Juni 2020, ketika keduanya diperkirakan baru berusia delapan bulan. Selama empat bulan pertama, keduanya sempat direhabilitasi di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya (PR-HSD)-Yayasan ARSARI Djojohadikusumo.
Sebelum dilepasliarkan pertengahan Oktober lalu, sebuah tim terlebih dahulu melakukan pemodelan spasial ekologi dan ground check kelayakan lokasi pelepasliaran. “Tugas penting yang perlu dilakukan adalah pemantauan dan monitoring pasca pelepasliaran untuk memastikan Putri Singgulung aman dan nyaman di rumah barunya,” jelas Ardono.
Secara terpisah, Plt. Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Bambang Hendroyono, mengatakan pemerintah bersama para pihak terus berupaya mencegah dan menanggulangi konflik yang terjadi antara manusia dan satwa liar. Ketika konflik terjadi, sering satwa liar menjadi korban sehingga diperlukan kesadaran masyarakat yang berada di sekitar habitat harimau bahwa apabila daerahnya merupakan area rawan konflik, maka segera laporkan ke BKSDA setempat agar mendapatkan arahan terkait upaya mitigasi dan penanganan konflik satwa liar.
Pasca pelepasliaran ini BKSDA Sumatera Barat secara reguler masih terus melakukan patroli di kawasan yang telah diidentifikasi sebagai daerah zona merah. [em/ah]
Forum