Untuk pertama kalinya, Devina Faustanisa Nursyah Wibowo yang akrab disapa Devina, menjalani ibadah Ramadan di Amerika Serikat. Awalnya, mahasiswi S2 jurusan Pendidikan dan Pengembangan Manusia di Harvard University di Cambridge, Massachusetts ini mengaku sempat resah, karena belum pernah melewati bulan Ramadan jauh dari tanah air.
“Awalnya aku tuh, ‘aduh gimana ya Ramadan? Aduh, sahurnya gimana ya? Aduh buka puasa gimana ya?’ Melihat orang makan, kan enggak biasa ya. Growing up di Indonesia melihat restoran ditutup, oh, ya udah kita udah enggak usah lihatlah makanan sampai nanti buka puasa,” ujar Devina saat dihubungi oleh VOA.
Namun, perbedaan inilah yang menurut Devina menjadikan bulan Ramadan menjadi menarik dan membuatnya menyadari “ujian puasa yang sebenarnya.”
Cuaca di Amerika yang saat ini memasuki musim semi pun cukup mendukung kegiatan berpuasa, mengingat udaranya yang menurut Devina tidak terlalu panas.
Durasi waktu berpuasa di negara bagian Massachusetts tahun ini juga tak jauh berbeda dengan di Indonesia, di mana subuh dimulai sekitar pukul 5 pagi dan magrib jatuh pada sekitar jam 7 malam.
Sejak kuliah di Harvard, Devina bergabung dengan komunitas muslim di kampus yang kerap memberikan berbagai informasi seputar Ramadan, tempat salat, dan juga kegiatan lainnya, seperti pengajian yang kerap ia ikuti setiap hari Jumat.
“Jadi ternyata kegiatan religious society-nya jalan juga ya. Something yang aku enggak expect sebelum aku datang ke sini,” paparnya.
“Alhamdulillah ini di-support juga oleh sekolahnya, dengan berbagai fasilitas, berbagai kegiatan, jadi bisalah jalan kayak di Indonesia, walaupun vibe-nya memang beda,” tambahnya.
Kampus Mengakomodir
Walau kini tinggal di negara yang mayoritas nonmuslim, Devina menganggap kampusnya sangat suportif terhadap mahasiswa muslim yang menjalankan ibadah Ramadan.
Meskipun biasanya ia hanyalah satu-satunya yang berpuasa di kelas di antara 30 mahasiswa lainnya, dosen Devina kerap mengingatkan dan memperbolehkannya untuk berbuka puasa dan salat jika waktunya di tengah jam kuliah.
“Jadi dosennya itu biasanya selalu bilang, ‘kita lagi di bulan Ramadan, kalau misalnya di kelas ada teman-teman yang mau berbuka enggak apa-apa, keluar saja dulu selama kelas lagi berlangsung,’ atau misalnya mau salat juga boleh,” papar Devina yang juga tengah mengambil kelas di Massachusetts Institute of Technology di Cambridge, Massachusetts ini.
Pihak kampus pun mengakomodir para mahasiswa yang menjalani ibadah Ramadan dalam hal ujian.
“Aku berysukur banget. Alhamdulillah, dari sekolah juga membantu untuk, ‘OK, ini kita lagi Ramadan, kamu butuhnya apa? Kita bisa provide ini,’” tambahnya.
Hal ini juga dialami oleh Annisa Ardiani yang akrab disapa Icha, mahasiswi S2 jurusan Pemasaran Terpadu di New York University (NYU) di New York.
Walau harus menjalani ibadah Ramadan jauh dari tanah air, Icha menemukan adanya kebersamaan di antara teman-teman sesama muslim di kelas atau di fakultasnya, yang menjadi keluarga barunya.
“Hari ini aku ada kelas malam yang magribnya itu waktunya (terpotong). Jadi di sana bisa buka bareng, terus abis itu bisa salat magrib bareng dan diperbolehkan juga sama dosennya. Dosennya ini sangat menghargai,” jelas Icha.
Dosen Icha pun menyadari waktu salat Magrib yang kerap berubah setiap harinya dan berusaha menyesuaikan waktu istirahat di kelasnya.
“Jadi waktu itu ada presentasi, dia mengupayakan pokoknya jam 7 istirahat. Terus dua minggu berikutnya, jam 7:15 magribnya, dan beliau juga akhirnya bilang, ‘ya udah kita istirahatnya 7:15 ya,’” cerita Icha.
Saat artikel ini dirilis, waktu puasa di New York dimulai sekitar pukul 5:15 pagi, hingga matahari terbenam pukul 7:25 malam.
Buka Puasa Gratis
Yang menarik, Harvard University yang menduduki peringkat nomor 1 sebagai kampus terbaik di dunia menurut situs US News ini juga menggelar acara buka puasa gratis di kampus setiap harinya dan menyediakan makanan halal yang sangat beragam.
Acara buka puasa yang kerap diadakan di gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa di kampus atau di lokasi lainnya ini tidak hanya ditujukan untuk mahasiswa yang muslim, tetapi terbuka untuk seluruh komunitas Harvard.
“Jadi kita bisa undang teman-teman kita yang enggak puasa untuk ikutan. Nah, ada link yang harus kita isi setiap harinya untuk RSVP. Mungkin itu buat mereka (menyiapkan) makanannya ya,” jelas Devina.
Acara buka puasa di kampus yang sudah berdiri sejak tahun 1636 ini menjamu sekitar 300 orang setiap harinya. Biasanya, acara ini diselenggarakan oleh fakultas yang berbeda setiap harinya, juga oleh komunitas muslim di kampus.
Mahasiswa yang datang akan diberi air putih dan kurma untuk berbuka, lalu dilanjutkan dengan salat Magrib berjamaah, makan bersama, salat Isha, Tarawih, serta halakah yang mengkaji Islam.
“Untuk teman-teman yang enggak puasa bisa langsung makan saja,” cerita Devina.
“Makanannya bervariasi, kadang mediterania, kadang juga pasta (makanan khas Italia.red). Tapi yang pasti mereka menyediakan makanan-makanan halal. Jadi aku kayak, ‘wow, ternyata mereka sangat mendukung ya, dalam Ramadan ini,” tambahnya.
Sama halnya dengan di Harvard, New York University juga menggelar acara buka puasa setiap hari dengan makanan halal yang bervariasi di kampus, yang membuat pengalaman di bulan Ramadan ini cukup menyenangkan bagi Icha.
Acara ini terkadang diawali dengan adanya halakah sebelum buka puasa, yang lalu diikuti dengan acara makan bersama, serta salat Magrib, dilanjutkan dengan salat Isha, dan Tarawih berjamaah.
Selama bulan Ramadan, Islamic Center at NYU (pusat islam di NYU.red) menjamu buka puasa dengan makanan halal yang bervariasi untuk sekitar 600-800 orang setiap harinya.
“Contohnya kemarin ada makanannya itu kayak taco gitu ya, itu kan lebih ke (makanan Meksiko), terus juga kemarin sempat ada Asian food, thai food juga,” cerita Icha.
Acara buka puasa yang didukung lewat donasi terbuka ini diadakan oleh Islamic Center at NYU yang berlokasi di gedung NYU Global Center for Academic and Spiritual Life. Ini merupakan tempat pertemuan dan beribadah bagi para penganut agama yang berbeda, termasuk islam.
Dilansir dari situs NYU, Islamic Center at NYU ini menjadi pusat mahasiswa Muslim pertama yang didirikan di sebuah institusi pendidikan tinggi di Amerika Serikat.
“Beruntungnya di New York University, mereka punya Islamic Center yang besar. Jadi mereka pun juga banyak program-program yang menunjang kegiatan Ramadan,” jelas Icha.
Sahur di Kampus
Harvard dan New York University juga memfasilitasi kebutuhan sahur para mahasiswa Muslimnya. Pihak kampus pun juga menyediakan paket makan sahur bagi mahasiswa yang tinggal di asrama, yang dapat dipesan sebelumnya dan diambil di malam hari.
Kafetaria-kafetaria di asrama di kedua kampus ini pun juga menyediakan pilihan makanan halal bervariasi. Di Harvard misalnya, menu makanan halal ala Amerika, seperti ayam goreng, juga menu mediterania kerap tersedia.
“Jadi dari sini mereka memang hampir mengakomodir setiap kebutuhan mahasiswanya. Sesuatu yang aku kaget. Aku kira sebelum berangkat kan, ‘waduh, aku harus bagaimana ya nanti makannya dan segala macam.’ Tapi ternyata di sini juga banyak opsi halal-halal gitu,” jelas Devina.
Beberapa waktu lalu, komunitas Muslim di Harvard juga sempat mengadakan acara sahur bersama yang dimulai pukul 4:30 pagi. Asosiasi Mahasiswa Muslim di New York University juga sempat mengadakan acara sahur bersama yang dimulai pukul 4 pagi. Acara yang dimulai dengan diskusi ini terbuka bagi siapa pun yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai tradisi puasa bagi umat Islam.
Perbanyak Ruang Salat
Selain menyediakan sekitar 9 ruang salat termasuk musala di kampus, khusus di bulan Ramadan, Harvard juga membuka lebih banyak ruangan untuk salat. Para mahasiswa bisa melakukan salat 5 waktu dan mengikuti salat jumat. Devina pun tidak menyangka kalau beribadah di kampus di Amerika ternyata tidak sesulit yang ia kira.
“Ada yang pernah bilang, ‘nanti kalau salat ya di kamar saja.’ Jadi selalu bolak-balik kamar biasanya kalau misalnya salat. Itu yang aku dengar sebelum datang ke sini,’” cerita Devina.
“Tapi ya udah di sekolah saja, mereka (menyediakan). Apalagi Ramadan ini lebih banyak tempat yang dibuka untuk salat. Jadi semakin dipermudah,” tambahnya.
Sama halnya dengan di Harvard, situs New York University juga menyebut bahwa kampusnya menyediakan sekitar 9 ruangan untuk beribadah, termasuk yang dikhususkan untuk salat bagi para muslim.
Mengingat gedung-gedung kampusnya yang tersebar di tengah kota New York, terkadang Icha tidak memiliki banyak waktu di antara kuliahnya untuk pergi ke Islamic Center at NYU untuk salat. Untungnya, di gedung-gedung yang ia datangi menyediakan ruang yang bisa ia pakai untuk salat.
“Untuk meditasi sih sebenarnya, mereka enggak specifically menyebut untuk salat, tapi multi-faith. Siapapun dengan agama apa pun bisa menggunakan space itu untuk beribadah,” jelas Icha.
Walau jauh dari Indonesia dengan suasana Ramadan yang selalu menggema, menurut Devina dan Icha menjalani ibadah di bulan Ramadan di Amerika mendatangkan kesan tersendiri.
Icha yang tinggal di daerah Queens di New York mengaku dulunya hampir tidak pernah masak. Kini mendapat pengalaman baru, di mana ia harus masak dan menyiapkan makanan sendiri, khususnya untuk sahur.
“Untungnya aku tinggal bareng dua temanku lainnya, orang Indonesia juga, anak NYU juga dan sama-sama berpuasa. Jadi sama-sama (membangunkan) pagi-pagi,” ujarnya.
“Dan di sini Alhamdulillah ternyata cari daging halal itu enggak terlalu susah, karena sebetulanya di Queens terutama, muslimnya juga sudah cukup banyak. Terutama dari Timur Tengah, jadi mereka banyak yang jual daging halal,” tambahnya.
Selain itu Icha juga sempat menghadiri acara buka puasa bersama dengan mahasiswa Indonesia di New York University yang tergabung dalam organisasi resmi Asosiasi Mahasiswa Indonesia di kampus.
“Kita nge-book ruangan. Kita susun acaranya dan kebetulan kita juga menyambut teman-teman yang baru datang ke NYU untuk Spring (semester). Jadi baru datang Januari kemarin. Itu juga sekalian dirayakan," jelasnya.
"Terus kita pesan makanan. Sebenarnya dapat uang dari kampus, tapi kita juga buka donasi kalau misalkan ada teman-teman yang mau berbagi,” tambahnya.
Devina pun merasa terkesan dengan acara buka puasa yang digelar di kampus Harvard. Ia tidak menyangka banyak banyak mahasiswa muslim seperti dirinya di kampus. Ia pun bisa mendapatkan pengalaman Ramadan yang mirip dengan di Indonesia, namun dengan suasana yang baru.
“Ramadan di Amerika ternyata tidak sesusah itu. Jadi kalau misalnya orang-orang Indonesia mau kuliah di Amerika, mau sekolah di Amerika atau mau traveling gitu, it’s very easy juga,” pungkasnya. [di/ab]
Forum