Pengadilan tertinggi Inggris, Selasa (25/9), secara bulat memutuskan PM Boris Johnson telah melanggar hukum dengan menghentikan kegiatan parlemen. Aksi ini menutup pengamatan cermat terhadap rencana Brexit yang hendak dijalankannya.
Langkah bersejarah yang diambil oleh Mahkamah Agung Inggris itu memberi dukungan kuat kepada kedaulatan parlemen. Selain itu juga sekaligus menepis apa yang oleh para hakim dianggap sebagai usaha eksekutif untuk membungkam parlemen.
Keputusan ini membatalkan rencana PM untuk "mengistirahatkanā parlemen sampai dua minggu sebelum Inggris dijadwalkan meninggalkan Uni Eropa.
Ketua House of Commons atau Majelis Rendah Inggris, John Bercow, menyambut gembira keputusan itu. Menurutnya, rakyat berhak atas Parlemen yang aktif untuk mengawasi pemerintah.
Keputusan ini juga mengatakan bahwa Johnson berusaha melibatkan Ratu Elizabeth kedua, tokoh yang paling disegani dan dihormati di Inggris. Johnson memberi Ratu saran yang tidak benar ketika dia minta izin untuk menutup parlemen selama lima minggu.
Para hakim menjelaskan mereka tidak mengkritik Ratu Elizabeth, yang sebagai pemimpin konstitusional harus menyetujui permintaan PM itu. [jm/pp]