Empat pria Hong Kong divonis bersalah pada Kamis (1/2), karena melakukan kerusuhan saat terjadi penyerbuan dan penggeledahan terhadap badan legislatif kota tersebut pada 2019. Kejadian itu merupakan bagian dari gerakan pro-demokrasi yang menimbulkan tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap pemerintah yang didukung Beijing.
Kerusuhan tersebut adalah episode paling keras dalam tahap awal protes besar yang mengguncang pusat keuangan tersebut tahun itu, dan akhirnya mendorong Beijing untuk memberlakukan undang-undang keamanan nasional untuk meredam perbedaan pendapat.
Ratusan pengunjuk rasa menerobos masuk ke gedung legislatif pada malam tanggal 1 Juli 2019, memecahkan jendela dan menyemprot cat grafiti pada peringatan 22 tahun penyerahan kembali Hong Kong dari Inggris kepada China.
Sebanyak 14 orang kemudian didakwa melakukan kerusuhan -- yang terancam hukuman hingga 10 tahun penjara -- dan berbagai pelanggaran ringan seperti memasuki ruang Dewan Legislatif dan pidana perusakan.
Delapan orang telah mengaku bersalah atas tuduhan kerusuhan, termasuk Althea Suen, mantan tokoh mahasiswa Universitas Hong Kong, serta aktivis lokal Ventus Lau dan Owen Chow.
Enam orang lainnya, termasuk dua jurnalis dan aktor Gregory Wong, mengaku tidak bersalah dan telah diadili sejak Mei lalu.
Pada Kamis, wakil hakim pengadilan distrik Li Chi-ho memutuskan empat dari enam orang, namun bukan dua wartawan, bersalah atas kerusuhan.
Lima orang divonis bersalah karena memasuki ruang legislatif, sebuah pelanggaran yang dapat dijatuhi hukuman hingga tiga bulan penjara, dan yang keenam juga dinyatakan bersalah atas tindak pidana perusakan, yang dapat diganjar dengan hukuman hingga 10 tahun penjara.
Hakim Li memutuskan bahwa perintah evakuasi yang dikeluarkan badan legislatif pada hari itu juga berlaku bagi wartawan.
Dia mencabut jaminan untuk keenam terdakwa setelah mengumumkan putusan, dan menunda keputusan penuhnya kemudian hari.
Lebih dari 10.000 orang ditangkap, ketika pihak berwenang berusaha meredam demo tahun 2019, yang meletus karena undang-undang pemerintah yang akan membuka pintu bagi tersangka kriminal untuk diadili di wilayah China daratan.
Pada 2020, Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong yang melarang sebagian besar perbedaan pendapat dan meredam gerakan demokrasi.
Pada Selasa (30/1), pemimpin Hong Kong, John Lee, mengumumkan bahwa kota tersebut akan membuat undang-undang keamanan baru yang disusun sendiri, untuk memerangi “ancaman yang ditimbulkan oleh kekuatan eksternal dan terorisme lokal.”
Undang-undang tersebut akan memasukkan sejumlah pelanggaran termasuk pemberontakan dan campur tangan eksternal ke dalam daftar kejahatan yang termasuk dalam keamanan nasional. [ns/rs]
Forum