Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengatakan parlemen akan memprioritaskan legislasi yang akan membuat penghinaan terhadap lagu kebangsaan China sebagai tindak pidana.
Berdasarkan legislasi itu, siapapun yang menggunakan lagu kebangsaan untuk keperluan komersial, atau sengaja menghina lagu kebangsaan atau dengan bersikap mencemooh atau cara lainnya, dikenai ancaman maksimal tiga tahun penjara dan denda lebih dari 6.000 dolar.
Legislasi tersebut diajukan tahun lalu sebagai tanggapan terhadap para penggemar yang kerap mencemooh lagu kebangsaan selama pertandingan sepak bola.
Langkah itu mendapat prioritas tinggi sekarang karena seorang anggota parlemen yang pro-Beijing, Starry Lee, memimpin komite legislatif penting yang mencermati legislasi dan memutuskan apakah legislasi tersebut dapat dilanjutkan ke pemungutan suara. Panel tersebut sebelumnya dipimpin selama beberapa bulan oleh wakil ketua komite, anggota parlemen yang prodemokrasi, Dennis Kwok. Beijing menuduh Kwok menghambat banyak legislasi untuk diajukan ke tahap pemungutan suara oleh seluruh anggota parlemen.
Lolosnya RUU terkait protes dengan lagu kebangsaan ini kemungkinan besar akan menghidupkan kembali protes-protes antipemerintah besar-besaran yang kerap disertai tindak kekerasan, yang telah melanda kota semiotonom itu pada semester ke-dua tahun lalu. Demonstrasi itu pada mulanya dipicu oleh RUU ekstradisi yang kontroversial, tetapi kemudian berkembang menjadi tuntutan bagi demokrasi yang lebih besar.
Protes terhenti setelah wabah virus corona yang mulanya merebak di China daratan akhir tahun lalu kemudian menyebar ke Hong Kong, tetapi secara sporadis telah dimulai kembali dalam beberapa hari ini karena wabah mulai surut.
Hong Kong menikmati otonomi yang tinggi berdasarkan konsep “satu negara, dua sistem,” sejak Inggris menyerahkan teritori ini ke Beijing pada tahun 1997. Tetapi banyak warga Hong Kong khawatir otonomi terus terkikis oleh pemerintah pusat yang semakin campur tangan dalam urusan-urusannya. [uh/ab]