Presiden Joko Widodo bertolak ke Natuna, Kepulauan Riau Rabu (8/1) pasca adanya insiden penangkapan ikan secara ilegal oleh nelayan-nelayan China dan pelanggaran wilayah di perairan Natuna beberapa waktu lalu.
Jokowi ingin memastikan adanya penegakan hukum hak berdaulat Indonesia atas sumber daya alam di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Dalam kunjungan ini, Jokowi meninjau KRI Usman Harun 359 dan KRI Karel Satsuit Tubun 356 di Pangkalan Angkatan Laut Terpadu Selat Lampa.
"Saya ke sini juga ingin memastikan penegakan hukum atas hak berdaulat kita, hak berdaulat negara kita Indonesia atas kekayaan sumber daya alam laut kita di zona ekonomi eksklusif," ujarnya.
"Kenapa di sini hadir Bakamla dan Angkatan Laut? Untuk memastikan penegakan hukum yang ada di sini," lanjut Jokowi.
Jokowi tiba di Pangkalan Angkatan Laut Terpadu Selat Lampa sekitar pukul 11.47 WIB dan langsung menyapa awak kapal. Tak berselang lama, mantan Gubernur DKI Jakarta ini pun menaiki Kapal Republik Indonesia (KRI) Usman Harun yang tengah bersandar di dermaga.
Dari atas KRI Usman Harun, Jokowi meninjau situasi di Perairan Natuna bersama sejumlah jajaran yang mendampinginya seperti Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Setelah meninjau KRI Usman Harun, Jokowi pun bergegas menemui ratusan nelayan di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Selat Lampa, Pelabuhan Perikanan Selat Lampa Natuna, Kabupaten Natuna.
Dalam pertemuan ini, Jokowi memastikan SKPT yang telah beroperasi setelah menjalani masa pembangunan selama kurang lebih empat tahun tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh para nelayan. SKPT diharapkan juga menjadi pusat ekonomi baru, terutama untuk sektor kelautan dan perikanan di Natuna.
"Pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah ingin agar sumber daya alam laut kita di Natuna dan sekitarnya ini dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk rakyat di sini," ujar Jokowi.
SKPT Selat Lampa tersebut mulai beroperasi pada Oktober 2019 lalu. Jokowi berharap agar para nelayan dapat mengelola fasilitas tersebut dengan baik dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi optimalisasi potensi perikanan di daerah setempat.
"Ini harus bermanfaat bagi bapak, ibu dan saudara-saudara semuanya. Jangan sampai bangunan yang saya lihat sangat baik seperti ini tidak memberi manfaat pada nelayan," tandasnya
Dalam pertemuan ini, Jokowi pun kembali menegaskan kepada para nelayan bahwa wilayah Kepulauan Natuna merupakan teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepulauan tersebut beserta perairannya secara administratif termasuk dalam Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, yang menjadi kabupaten terluar di sebelah utara.
"Di Natuna ini ada penduduknya sebanyak 81.000, juga ada bupatinya dan gubernurnya (Kepulauan Riau). Jadi jangan sampai justru kita sendiri bertanya dan meragukan. Dari dulu sampai sekarang Natuna ini adalah Indonesia," ujarnya di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Selat Lampa, Kabupaten Natuna.
Oleh karenanya, tidak ada tawar-menawar terhadap kedaulatan Indonesia termasuk wilayah Kepulauan Natuna.
Dalam kunjungan kerja kali ini, Jokowi juga menyerahkan sertifikat hak atas tanah untuk masyarakat di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Sertifikat ini, kata Jokowi merupakan bukti bahwa Natuna adalah bagian dari Indonesia.
"Kenapa hari ini saya ingin menyerahkan sertifikat ini? Supaya kita tahu semuanya bahwa Natuna ini adalah tanah air Indonesia. Sehingga tanda bukti hak hukum atas tanah, atas lahan, yang berupa sertifikat ini diberikan kepada masyarakat di Kabupaten Natuna," kata Jokowi di Kantor Bupati Kabupaten Natuna.
Kepulauan Natuna merupakan bagian dari Kabupaten Natuna yang termasuk wilayah administrasi Provinsi Kepulauan Riau. Kabupaten Natuna memiliki penduduk sekitar 81 ribu dan perangkat pemerintahan. Maka dari itu kata Jokowi, secara de facto maupun de jure, Natuna adalah Indonesia.
"Jadi simbol ini, simbol pemberian sertifikat ini adalah menunjukkan bahwa lahan tanah itu telah dipegang oleh masyarakat di Natuna sebagai tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki," ujarnya.
Presiden menjelaskan di Kabupaten Natuna ada 41 ribu bidang tanah yang seharusnya sudah bersertifikat. Namun, hingga saat ini berdasarkan laporan yang diterima dari Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala BPN Surya Tjandra, baru 26 ribu bidang tanah yang telah diberikan sertifikatnya kepada masyarakat.
"Artinya masih ada 14-15 ribu sertifikat yang harus diberikan kepada masyarakat. Artinya bapak ibu adalah salah satu yang beruntung karena sudah pegang yang namanya sertifikat. Ini adalah tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki," jelasnya.
Sementara itu Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjelaskan bahwa kunjungan Jokowi ke Natuna ini menunjukkan bahwa Presiden menaruh perhatian serius terhadap permasalahan ini.
"Ini memberikan sinyal bahwa pemerintah Indonesia terutama Bapak Presiden dalam persoalan Natuna ini benar-benar memberikan attention serius," ungkap Pramono.Menurutnya, sebelumnya kasus sejenis pernah terjadi, Bahkan saat itu Presiden menggunakan kapal perang ketika melakukan rapat terbatas di Natuna.
"Dan hari ini ini menunjukkan bahwa kedaulatan RI itu tidak boleh diganggu dan tidak boleh ditawar-menawar dan itu merupakan hal prinsip dan Presiden sudah mengatakan dalam Sidkab Paripurna kemarin untuk urusan Natuna tidak ada tawar menawar," lanjut Pramono.
Maka dari itu, menurutnya, tidak perlu ada lagi koordinasi dengan pihak China. Selain itu, Jokowi juga ingin menunjukkan bahwa Natuna ini adalah simbol Indonesia, dan negara akan selalu hadir untuk melindungi hak kedaulatan, yang diklaim China.
"Bahwa Negara betul-betul hadir dan Negara, dalam hal ini pemimpin tertinggi kita, terutama dalam hal ini pemimpin tertinggi di bidang pertahanan Negara itu, hadir. Sehingga dengan demikian apa yang dilakukan Presiden tentunya saya yakin seluruh rakyat Indonesia akan memberikan dukungan sepenuhnya," ujar Pramono.
Pramono juga menyatakan bahwa perairan Natuna memang sangat kaya dengan ikan. Bahkan ada beberapa ikan jenis tertentu yang hanya terdapat di Natuna. Maka dari itu, kata Pramono, pemerintah terus melanjutkan program mengirim nelayan ke wilayah Jawa.
Ia juga mengatakan, pemerintah ingin memperkuat pangkalan militer TNI AL dan AU di perairan Natuna.
"Sekarang sudah ditingkatkan, sejak periode yang lalu sudah ditingkatkan. Bahkan, beberapa penambahan pesawat tempur juga sudah di Natuna," ujarnya. [gi/em]