Mahkamah Agung Brazil membatalkan semua hukuman terhadap mantan presiden Luiz Inácio Lula da Silva, Senin (8/3). Hal itu membuka jalan baginya untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden 2022 negara itu.
Da Silva dihukum dua kali karena korupsi dan pencucian uang. Pada 2017, mantan presiden sayap kiri itu dijatuhi hukuman sembilan tahun enam bulan penjara, sehubungan dengan apartemen griya tawang (pent house) berlantai tiga di kota pantai Guarujá. Dua tahun kemudian, ia dijatuhi hukuman 12 tahun dalam kasus serupa.
Hakim Agung Edson Fachin mendapati, pengadilan federal di kota selatan Curitiba yang mengeluarkan kedua hukuman itu tidak mempunyai hak yurisdiksi untuk mengadili mantan presiden tersebut. Pengadilan memutuskan bahwa kedua kasus harus disidangkan kembali di pengadilan federal di ibu kota, Brazilia.
Da Silva memerintah negara terbesar di Amerika Latin itu antara 2003 hingga 2011. Pada masa itu, Brazil menjadi salah satu negara berkembang terbesar di dunia. Penggantinya yang ia pilih sendiri, mantan presiden Dilma Rousseff, dimakzulkan pada 2016 setelah ekonomi Brazil merosot.
Penyerang sayap kiri dan mantan pemimpin serikat pekerja berharap mencalonkan diri melawan kandidat sayap kanan, Jair Bolsonaro, dalam pemilihan presiden 2018. Namun, karena undang-undang 'Catatan Bersih' yang melarang mereka yang dijatuhi hukuman mencalonkan diri, mantan presiden itu terpaksa mundur dari jabatannya. Penggantinya dan mantan menteri pendidikan, Fernando Haddad, kalah dalam putaran kedua atas Bolsonaro.
Dengan dicabutnya hukuman itu, hak politik da Silva dipulihkan, dan kini ia memenuhi syarat untuk mencalonkan diri pada 2022. [ps/lt]