Tentara dan kelompok radikal di Mali telah melakukan gelombang eksekusi semena-mena di negara bagian Sahel yang dilanda konflik sejak Desember lalu, kata Human Rights Watch (HRW), yang mendesak pemerintah untuk menyelidiki hal itu.
Sebuah laporan yang akan diterbitkan pada Rabu (16/3) mengatakan sedikitnya 107 warga sipil – termasuk pedagang, kepala desa dan anak-anak – telah dibunuh di wilayah Mali tengah dan barat daya sejak Desember.
Menurut laporan yang telah dibaca oleh kantor berita AFP, yang didasarkan pada kesaksian 49 orang, sebagian besar korban dieksekusi.
Anggota pasukan keamanan terkait dengan setidaknya 71 pembunuhan warga sipil selama periode tersebut, kata HRW, sementara jihadis terkait dengan 36 pembunuhan.
Angka-angka tersebut merupakan “lonjakan dramatis,” kata direktur HRW untuk kawasan, Sahel Corinne Dufka.
“Pengabaian total terhadap kehidupan manusia ini, yang mencakup kejahatan perang yang nyata, harus diselidiki dan mereka yang terbukti terlibat agar menerima human yang sesuai,” tambahnya.
Mali, negara miskin berpenduduk 21 juta orang, selama satu dekade terakhir telah dirusak oleh kekerasan dari kelompok garis keras Islam. Sebagian besar wilayah di negara itu diperbudak oleh berbagai kelompok pemberontak dan milisi.
Ribuan tentara dan warga sipil tewas dan ratusan ribu orang terpaksa mengungsi dari rumah mereka.
Tentara Mali yang berperalatan minim juga sering dituduh melakukan pelanggaran selama berlangsung konflik yang brutal itu.
Tetapi pemerintah sementara yang didominasi tentara, yang dilantik setelah kudeta militer 2020, selalu menolak tuduhan semacam itu. [lt/em]