Hutan Atlantik di Brazil, yang suatu waktu merupakan bagian dari lembah Amazon di benua Amerika Selatan, saat ini menderita kehilangan banyak spesies, menurut suatu penelitian terbaru.
Ahli ekologi Carlos Peres dari University of East Anglia di Inggris dan mahasiswa S2 dari University of Cambridge, Gustavo Canale, bepergian ke daerah ini antara 2003 dan 2005. Mereka mendokumentasikan 200 fragmen terbesar dan paling tidak terganggu di wilayah luas di hutan Atlantik. Penelitian mereka mengenai hutan Atlantik di Brazil diterbitkan pada jurnal PloS ONE minggu ini.
Secara rata-rata, mereka hanya menemukan empat dari 18 spesies mamalia yang mereka cari. Canale, yang saat ini bekerja di State University of Mato Grosso di Brazil, mengatakan bahwa ia dan Peres mengambil sebagian besar data dari informasi survei kehidupan liar, perangkap kamera dan wawancara dengan masyarakat lokal.
Para ilmuwan itu terkejut karena bahkan di bagian hutan yang tampaknya sehat, mamalia-mamalia yang besar tidak dapat ditemukan. “Situasinya lebih buruk dari yang kita bayangkan sebelumnya,” ujar Canale.
“Semua spesies yang karismatik,” ujar Peres, “primata yang besar, binatang besar berkuku (ungulata), kijang, tapir, pemakan semut raksasa, jaguar, kucing besar, semuanya hilang dari fragmen-fragmen yang kita teliti dan yang tampak dari luar cukup sehat.”
Perburuan adalah alasan utama hilangnya spesies di lahan-lahan yang terkena penggundulan. Peres mengatakan bahwa undang-undang di Brazil melindungi tutupan hutan, namun tidak terhadap kehidupan satwa liar di hutan. Kecuali undang-undangnya berubah, ujar Peres, situasi akan terus berlanjut. “Pada dasarnya kami menghimbau perombakan besar-besaran dari peraturan legislatif di Brazil yang melindungi kehidupan liar di sisa wilayah hutan yang merupakan tambalan dan terkena deforestasi. Karena wilayah ini sudah kehilangan banyak satwa liar.”
Kabar baiknya, lima wilayah yang dilindungi oleh undang-undang mengenai kehidupan satwa liar dan penegakan hukum yang keras, Peres mengatakan bahwa kondisi mamalianya jauh lebih baik.
“Di lima situs tersebut, kami menemukan tingkat tertinggi komunitas kehidupan liar yang bertahan. Jadi ada manfaatnya melindungi suatu wilayah, namun masalahnya jumlah mereka sangat sedikit,” ujar Peres.
Para peneliti ini ingin melihat lebih banyak wilayah dilindungi, termasuk pembentukan koridor kehidupan liar yang akan menghubungkan tambalan hutan yang terisolasi dan melindungi binatang dari pemburu dan bahaya lain. Namun Peres juga mengingatkan bahwa hutan tropis yang terfragmentasi bukan hanya dihadapi di hutan Atlantik di timur Brazil. “Namun hal ini juga terjadi di seluruh dunia, di mana perburuan yang besar-besaran terjadi secara meluas.”
“Menjaga sisa wilayah hutan primer merupakan bagian krusial dari misi pelestarian abad ini,” ujar Peres.
Ahli ekologi Carlos Peres dari University of East Anglia di Inggris dan mahasiswa S2 dari University of Cambridge, Gustavo Canale, bepergian ke daerah ini antara 2003 dan 2005. Mereka mendokumentasikan 200 fragmen terbesar dan paling tidak terganggu di wilayah luas di hutan Atlantik. Penelitian mereka mengenai hutan Atlantik di Brazil diterbitkan pada jurnal PloS ONE minggu ini.
Secara rata-rata, mereka hanya menemukan empat dari 18 spesies mamalia yang mereka cari. Canale, yang saat ini bekerja di State University of Mato Grosso di Brazil, mengatakan bahwa ia dan Peres mengambil sebagian besar data dari informasi survei kehidupan liar, perangkap kamera dan wawancara dengan masyarakat lokal.
Para ilmuwan itu terkejut karena bahkan di bagian hutan yang tampaknya sehat, mamalia-mamalia yang besar tidak dapat ditemukan. “Situasinya lebih buruk dari yang kita bayangkan sebelumnya,” ujar Canale.
“Semua spesies yang karismatik,” ujar Peres, “primata yang besar, binatang besar berkuku (ungulata), kijang, tapir, pemakan semut raksasa, jaguar, kucing besar, semuanya hilang dari fragmen-fragmen yang kita teliti dan yang tampak dari luar cukup sehat.”
Perburuan adalah alasan utama hilangnya spesies di lahan-lahan yang terkena penggundulan. Peres mengatakan bahwa undang-undang di Brazil melindungi tutupan hutan, namun tidak terhadap kehidupan satwa liar di hutan. Kecuali undang-undangnya berubah, ujar Peres, situasi akan terus berlanjut. “Pada dasarnya kami menghimbau perombakan besar-besaran dari peraturan legislatif di Brazil yang melindungi kehidupan liar di sisa wilayah hutan yang merupakan tambalan dan terkena deforestasi. Karena wilayah ini sudah kehilangan banyak satwa liar.”
Kabar baiknya, lima wilayah yang dilindungi oleh undang-undang mengenai kehidupan satwa liar dan penegakan hukum yang keras, Peres mengatakan bahwa kondisi mamalianya jauh lebih baik.
“Di lima situs tersebut, kami menemukan tingkat tertinggi komunitas kehidupan liar yang bertahan. Jadi ada manfaatnya melindungi suatu wilayah, namun masalahnya jumlah mereka sangat sedikit,” ujar Peres.
Para peneliti ini ingin melihat lebih banyak wilayah dilindungi, termasuk pembentukan koridor kehidupan liar yang akan menghubungkan tambalan hutan yang terisolasi dan melindungi binatang dari pemburu dan bahaya lain. Namun Peres juga mengingatkan bahwa hutan tropis yang terfragmentasi bukan hanya dihadapi di hutan Atlantik di timur Brazil. “Namun hal ini juga terjadi di seluruh dunia, di mana perburuan yang besar-besaran terjadi secara meluas.”
“Menjaga sisa wilayah hutan primer merupakan bagian krusial dari misi pelestarian abad ini,” ujar Peres.