2021 menjadi tahun yang spesial bagi Marhaennia English, diaspora Indonesia di Gaithersburg, Maryland.
Ibu rumah tangga yang akrab disapa Nia ini pada Mei meraih gelar sarjana Bachelor of Arts dari Hood College, Frederick, negara bagian Maryland. Perempuan berusia 43 tahun ini bahkan lulus dengan predikat cum laude."Saya memang seneng belajar yah, itu nomor satu, jadi meski sudah tua saya selalu suka belajar," ujar Nia ketika ditemui VOA di rumahnya di Gaithersburg. "Kedua untuk mengasah (otak) yah, dan stay up to date lah," kata perempuan yang menempuh jurusan Studi Global ini.
Pelajar Nontradisional Kuliah tatap muka dan online dijalani di kampus yang kebanyakan mahasiswanya berusia 20 tahun lebih muda. Kehadiran Nia sebagai pelajar nontradisional justru memberi warna berbeda di kelas. “Menurut saya dan kolega saya, mahasiswa nontradisional itu memiliki motivasi yang besar," kata Scott Pincikowski, dosen Hood College kepada VOA. "Nia tahu betul apa yang ia inginkan,” tambahnya. Sebelum lulus, perempuan yang mempelajari studi gender ini memenangkan dana hibah $10.000 atau lebih dari Rp140 juta yang digunakannya untuk mendirikan kios cuci kiloan di Depok yang dikelola komunitas transpuan.Dukungan dari keluarga
Prestasinya yang cemerlang tak lepas dari dukungan keluarga, terutama ketiga anaknya yang sudah mandiri sejak kecil, sehingga ia bisa fokus belajar."Yang paling penting itu niat kuat dan manajemen waktu. Tentunya juga mendelegasikan tugas-tugas ke anak-anak, jadi kita juga sekalian mengajarkan ke anak-anak, pulang sekolah harus ini dan itu. Jadi manfaatnya bukan untuk saya saja,” kata Nia.
Dukungan keluarga juga menjadi faktor penting dalam perjalanan akademis Dya Ishak, diaspora Indonesia di Bethesda, negara bagian Maryland. Ibu satu anak ini sedang menjalani program Master of Business Administration di American University, Washington DC. “Untuk saat ini selama kuliah itu bagi-bagi tugasnya (dengan suami) hampir sama rata," ujar Dya kepada VOA. "Yang bersih-bersih suami, aku yang lebih banyak urusin anak.”Anak Jadi Motivator Terbesar
Mantan program manajer di sebuah museum ini berhenti bekerja agar bisa fokus kuliah dan mengurus anak. Ia mengatakan putranya yang masih balita adalah pendorong semangatnya untuk belajar.“Kalau saya motivasi terbesarnya ingin jadi panutan bagi anak saya, ingin menunjukkan kalau ‘nih mama bisa seperti ini’ dan saya ingin menjadi perempuan yang independen,” kata perempuan 33 tahun ini.
Dya mengatakan setelah programnya berakhir pada September tahun depan, ia berencana kembali ke dunia kerja. Sementara Nia mengatakan akan meneruskan ke jenjang pascasarjana.
Pengembangan diri
Kedua perempuan ini membuktikan bahwa menjadi ibu tidak jadi penghalang untuk terus meningkatkan potensi diri. “Kalaupun bukan kuliah pilihannya, menurut saya setiap perempuan dalam fase apapun dalam hidup mereka perlu tetap terstimulasi dan mengembangkan diri,” kata Dya.
Apakah itu kuliah atau kursus, yang paling penting adalah "niat yang kuat dan manajemen waktu," papar Nia. Usia tak jadi penghalang, karena "tak ada kata terlambat untuk belajar," pukasnya. [vm/nr]