Ketua Umum PP IKAHI, Suhadi mendesak Kapolri Idham Azis agar mendukung upaya yang dilakukan Kepolisian Kota Medan yang tengah berupaya mengungkap kasus tewasnya hakim PN Medan Jamaludin yang diduga karena pembunuhan. Kata Suhadi, menurut keterangan dari kepolisian dan PN Medan, ada bekas luka jeratan di leher Jamaludin. Kendati demikian, ia menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut ke pihak kepolisian.
"Menurut informasi dari keluarga, beliau menyetir sendiri kendaraannya dan ditemukan meninggal, ada dugaan dilakukan dengan cara pembunuhan. Untuk itu kami dari pengurus pusat IKAHI menyerahkan sepenuhnya kepada aparatur penyidik," jelas Suhadi saat menggelar konferensi pers di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (3/12).
Suhadi menjelaskan berdasarkan informasi dari keluarga, almarhum sempat mendapat telepon dari rekannya sebelum berangkat kerja. Namun, ia belum mengetahui orang yang menghubungi korban.
Kata dia, korban juga sempat datang ke PN Medan, sebelum akhirnya ditemukan meninggal sekitar pukul 03.00 WIB di dalam mobil pribadinya di sebuah jurang perkebunan sawit di Deli Serdang, Jumat (29/11).
"Kalau kasus saya kira banyak di Medan karena di sana itu kelas 1 A khusus, yang belum ada pecahannya dari pengadilannya. Sama dengan Surabaya, biasanya 3 ribu-4 ribu kasus 1 tahun. Yang jelas, dia pasti menangani kasus. Hanya ada kaitan dengan kasus atau faktor-faktor lain, kami belum jelas," tambahnya.
Pengadilan Negeri yang mendapatkan status Kelas 1A Khusus adalah pengadilan yang di dalamnya mencakup pengadilan khusus seperti pengadilan niaga, tindak pidana korupsi, hubungan industrial dan juga pengadilan HAM. Adapun beberapa kasus yang ditangani Jamaludin berdasarkan http://sipp.pn-medankota.go.id di antaranya adalah kasus tentang kewajiban pembayaran utang dan permohonan pernyataan pailit.
Suhadi mengatakan lembaganya siap mendukung kepolisian jika diminta memberikan informasi terkait kasus ini. Kendati demikian, ia juga berharap negara dapat memberikan perlindungan kepada hakim baik di pengadilan maupun di luar pengadilan. Salah satunya yaitu dengan membuat Undang-undang Contempt of Court atau penghinaan terhadap lembaga peradilan untuk melindungi hakim. Sebab, kata dia, penyerangan terhadap hakim sudah terjadi beberapa kali seperti yang terjadi Jakarta Pusat dan Surabaya, Jawa Timur.
"Sebetulnya di dalam KUHP yang baru sudah ada pasal-pasal yang menyangkut hal tersebut. Tapi karena KUHP ini belum disahkan, jadi belum berlaku."
VOA sudah berusaha menghubungi Humas Polda Sumatera Utara terkait kasus ini. Namun belum ada penjelasan perkembangan kasus Jamaludin. Namun, Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Agus Andrianto, telah menjelaskan kepada wartawan di Medan, tentang kemungkinan korban dibunuh yang pelakunya diduga adalah orang dekat korban. (sm/em)