ALEXANDRIA, MESIR —
Kota pelabuhan Alexandria yang bergejolak telah lama menjadi markas Ikhwanul Muslimin di Mesir, tapi sekarang - seperti di seluruh wilayah Mesir lainnya – kota itu terbagi menjadi dua antara pendukung Ikhwanul Muslimin dan pendukung pihak militer. Puluhan orang telah tewas dalam bentrokan di Alexandria dalam beberapa pekan terakhir.
Para pengunjuk rasa Ikhwanul Muslimin bersumpah akan turun ke jalan lagi Jumat ini, meskipun mereka berniat untuk berunjuk rasa dengan lebih tenang dibandingkan biasanya untuk menghindari bentrok dengan polisi dan para pengecam mereka.
Dalam beberapa hal, Alexandria masih tampak seperti biasanya. Ombak dari Laut Tengah menerpa bebatuan dekat jalan utama di tepi laut. Sejumlah pasangan duduk-duduk dan berbicara sambil memandang ombak di depan mereka.
Apa yang berbeda sekarang adalah suasana ketakutan. Di sebuah apartemen di sebuah lingkungan perumahan VOA berbicara dengan Amira, seorang aktivis yang pertama kali kami temui di Kairo, dekat Masjid al-Adiweye Rabaa, dalam sebuah unjuk rasa yang menuntut naiknya kembali Mohamed Morsi sebagai Presiden.
Sementara keponakannya mempelajari Al-Quran dengan gurunya di balkon luar, Amira mengakui harapannya untuk penyelesaian yang baik secara nasional di Mesir memudar. Kami berada di dalam apartemen, karena menggunakan mikrofon dan peralatan kamera di depan umum menimbulkan kecurigaan.
Hampir setiap malam, Amira mengatakan, dia turun ke jalan dengan para pengunjuk rasa dalam kelompok-kelompok kecil. Setiap orang berhati-hati untuk menghindari jalan-jalan utama dan alun-alun di mana tentara berpatroli. Jumat ini, unjuk rasa direncanakan diadakan di Alexandria dan Kairo. Karena kebanyakan pemimpin Ikhwanul Muslimin mendekam di penjara atau dalam persembunyian, aksi unjuk rasa diatur oleh para anggota mereka.
“Tema yang diangkat dalam protes minggu ini: ‘Rakyat memimpin revolusi mereka sendiri, karena pemimpin mereka mendekam di penjara,” kata Amira.
Amira mengatakan dia bukanlah anggota Ikhwanul Muslimin, tapi ia mendukung protes-protes mereka karena Morsi terpilih secara demokratis dan dia percaya militer tidak mempunyai hak untuk menyingkirkannya, hampir dua bulan yang lalu.
Kelompok militer mengatakan Ikhwanul Muslimin telah menimbun senjata, dan militer menyalahkan kelompok Islam itu telah menghasut kekerasan setelah Morsi digulingkan dalam bentrokan-bentrokan yang telah menewaskan lebih dari seribu orang selama dua minggu.
Minggu lalu, mantan Presiden Hoesni Mubarak dibebaskan dari penjara dan ditempatkan dalam tahanan rumah – sehingga menyebabkan beberapa aktivis berpendapat bahwa revolusi sudah berakhir, karena diktator itu tampak seperti terbebas dari hukumannya.
Para pengunjuk rasa Ikhwanul Muslimin bersumpah akan turun ke jalan lagi Jumat ini, meskipun mereka berniat untuk berunjuk rasa dengan lebih tenang dibandingkan biasanya untuk menghindari bentrok dengan polisi dan para pengecam mereka.
Dalam beberapa hal, Alexandria masih tampak seperti biasanya. Ombak dari Laut Tengah menerpa bebatuan dekat jalan utama di tepi laut. Sejumlah pasangan duduk-duduk dan berbicara sambil memandang ombak di depan mereka.
Apa yang berbeda sekarang adalah suasana ketakutan. Di sebuah apartemen di sebuah lingkungan perumahan VOA berbicara dengan Amira, seorang aktivis yang pertama kali kami temui di Kairo, dekat Masjid al-Adiweye Rabaa, dalam sebuah unjuk rasa yang menuntut naiknya kembali Mohamed Morsi sebagai Presiden.
Sementara keponakannya mempelajari Al-Quran dengan gurunya di balkon luar, Amira mengakui harapannya untuk penyelesaian yang baik secara nasional di Mesir memudar. Kami berada di dalam apartemen, karena menggunakan mikrofon dan peralatan kamera di depan umum menimbulkan kecurigaan.
Hampir setiap malam, Amira mengatakan, dia turun ke jalan dengan para pengunjuk rasa dalam kelompok-kelompok kecil. Setiap orang berhati-hati untuk menghindari jalan-jalan utama dan alun-alun di mana tentara berpatroli. Jumat ini, unjuk rasa direncanakan diadakan di Alexandria dan Kairo. Karena kebanyakan pemimpin Ikhwanul Muslimin mendekam di penjara atau dalam persembunyian, aksi unjuk rasa diatur oleh para anggota mereka.
“Tema yang diangkat dalam protes minggu ini: ‘Rakyat memimpin revolusi mereka sendiri, karena pemimpin mereka mendekam di penjara,” kata Amira.
Amira mengatakan dia bukanlah anggota Ikhwanul Muslimin, tapi ia mendukung protes-protes mereka karena Morsi terpilih secara demokratis dan dia percaya militer tidak mempunyai hak untuk menyingkirkannya, hampir dua bulan yang lalu.
Kelompok militer mengatakan Ikhwanul Muslimin telah menimbun senjata, dan militer menyalahkan kelompok Islam itu telah menghasut kekerasan setelah Morsi digulingkan dalam bentrokan-bentrokan yang telah menewaskan lebih dari seribu orang selama dua minggu.
Minggu lalu, mantan Presiden Hoesni Mubarak dibebaskan dari penjara dan ditempatkan dalam tahanan rumah – sehingga menyebabkan beberapa aktivis berpendapat bahwa revolusi sudah berakhir, karena diktator itu tampak seperti terbebas dari hukumannya.