Seorang perempuan aktivis di dua desa di Lombok, Nusa Tenggara Barat, mendedikasikan diri untuk mengajari anak-anak dan remaja berbagai keterampilan, agar mereka terhindar dari pernikahan dini, yang cukup marak di wilayah itu.
Rutinitas Ilsa Diasty mungkin berbeda dari kebanyakan orang. Seminggu sekali, perempuan 31 tahun ini menempuh perjalanan selama dua jam dari kota Mataram ke dusun Pawang Tenun di kabupaten Lombok Utara.
"Tempatnya cukup terpencil, di bawah kaki gunung Rinjani. Di sana saya menginap tiga hari dua malam, kadang empat hari tiga malam, di rumah warga," ujarnya kepada VOA secara virtual.
Di sana, puluhan anak dari keluarga miskin sudah menunggunya. Selama beberapa hari sepulang sekolah, anak-anak itu diajari berbagai keterampilan, seperti, "Menabung, main badminton, kemping, lomba 17an, sama bahasa Inggris," kata Taufik Kurrahman, anak laki-laki berusia 10 tahun.
Anak-anak usia remaja juga tak ketinggalan. Selain keterampilan, mereka juga dibekali soft skills. "Belajar tentang menerima diri sendiri dan menerima kelebihan dan kekurangan," kata pelajar SMA Ida Rosiyatun.
Dan yang paling penting, katanya..."Kak Ilsa mengajarkan saya untuk tidak menikah dini."
Ilsa Diasty adalah seorang aktivis pencegah perkawinan anak. Ia sengaja membuat anak-anak sibuk agar terhindar dari pengaruh negatif, selagi orangtua mereka bekerja seharian di kebun kopi.
Ia sadar bahwa usia anak dan remaja sangat rentan.
"Saya sendiri punya pengalaman waktu kecil mengalami pelecehan dan itu mempengaruhi saya selama remaja. Dan saya juga mengalami masa sulit di waktu remaja yang pada saat itu membuat saya berpikir jalan pintas. Syukurlah saya ada di dalam keluarga dan komunitas yang membantu saya membuat keputusan lebih sehat."
Itu yang mendorongnya untuk membantu menciptakan komunitas yang sehat bagi anak-anak dan remaja di Pawang Tenun, desa yang ditinggali 110 keluarga. Apalagi, ia mendengar banyak anak yang menikah dini, sehingga putus sekolah dan rentan terjebak dalam rantai kemiskinan.
Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Anak, Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (DP2AP2KB) Provinsi NTB, angka pernikahan dini meningkat setiap tahun, seperti dilaporkan Inside Lombok. Ada 1.132 kasus pada 2021, naik lebih dari 25% dari setahun sebelumnya.
Tidak ada data resmi mengenai jumlah anak yang menikah dini di desa Pawang Tenun, karena perkawinan anak seringkali ditutup-tutupi, kata Ilsa. Tapi, program yang ia jalankan sejak 2021 ini sudah kelihatan hasilnya.
"Dua tahun lalu sebelum saya mulai, dusun pertama yang saya dampingi ada 9 pasang anak yang menikah di bawah umur. Habis nikah langsung hamil punya anak. Dan setelah saya melakukan pendampingan angkanya nol."
Upayanya dilirik oleh desa lain, Batu Jingkiran, yang bersebelahan dengan Pawang Tenun. Kini, ada sekitar 90 anak yang terdaftar dalam program pendampingan di kedua desa itu.
Ilsa tak lagi mengajar sendiri, ia dibantu oleh seorang asisten. Ia juga sering melibatkan profesional untuk memberikan kelas inspirasi kepada remaja. Salah seorang diantaranya, Oni Mahniwati, pemilik kedai kopi Kon Bayan di kecamatan Bayan, kabupaten Lombok Utara.
"Kami sangat welcome ya jika ada adik-adik dari Pawang Tenun datang ke coffee shop kami untuk belajar," ujar Mahni kepada VOA.
Dengan kegiatan semacam ini, Ilsa berharap agar "mereka terekspos pada berbagai macam profesi atau keahlian, terus mereka menggali, 'oh, aku suka ini. Aku bisa.' Jadi pikirannya enggak cuma nikah, gitu."
Untuk membiayai program, Ilsa mengumpulkan donasi dari individu-individu dan dana hibah dari berbagai organisasi -- memanfaatkan pengalaman dan jejaring yang ia miliki sebagai mantan pegawai LSM internasional.
Ia harap program pendampingan swadaya ini bisa berkesinambungan, agar anak-anak dan remaja seperti Taufik dan Ida bisa terhindar dari pernikahan dini dan mewujudkan cita-cita mereka. [vm/ab]
Forum