Lembaga think-tank Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), mengatakan pada Senin (14/3), pengiriman senjata ke Eropa melonjak di tengah memburuknya hubungan dengan Rusia dalam periode 2016-2021. Lonjakan itu terjadi bahkan ketika perdagangan senjata global melambat.
Dibandingkan dengan periode lima tahun sebelumnya, transfer internasional senjata utama turun 5 persen secara global, kata SIPRI dalam sebuah pernyataan. Namun impor ke negara-negara di Eropa malah meningkat 19 persen, pertumbuhan terbesar di kawasan dunia mana pun.
“Kemerosotan parah dalam hubungan antara sebagian besar negara Eropa dan Rusia merupakan pendorong penting pertumbuhan impor senjata Eropa, terutama bagi negara-negara yang tidak dapat memenuhi semua kebutuhan mereka melalui industri senjata nasional mereka,” kata peneliti SIPRI Pieter Wezeman.
Ia mengatakan Inggris, Norwegia dan Belanda adalah importir senjata terbesar Eropa. Impor senjata utama Ukraina sangat terbatas pada periode tersebut, meskipun ketegangan antara negara tersebut dengan Rusia sudah terjadi menjelang invasi Moskow ke negara itu pada bulan lalu.
“Negara-negara Eropa lainnya juga diperkirakan akan meningkatkan impor senjata mereka secara signifikan selama dekade mendatang, setelah baru-baru ini memesan senjata utama, khususnya pesawat tempur dari AS,” kata lembaga think -ank tersebut.
Amerika Serikat (AS) tetap menjadi pengekspor senjata terbesar di dunia, meningkatkan pangsa pasarnya menjadi 39 persen dari 32 persen.
Data SIPRI itu menggunakan pada informasi dan perkiraan transfer senjata internasional termasuk penjualan, hadiah dan produksi di bawah lisensi dan mencerminkan volume pengiriman, bukan nilai finansial dari kesepakatan. [ah/rs]