Hasil survei Transparency International menunjukkan Indeks Persepsi Korupsi di lebih dari 2/3 negara yang disurvei berada di bawah skor 50 dengan skor rata-rata global 43. Hal ini menunjukkan Indeks Persepsi Korupsi secara global stagnan sepanjang enam tahun terakhir. Penilaian ini didasarkan skor dari 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih.
Adapun Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2021, menurut Manajer Riset Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko naik tipis dengan skor 38 dengan ranking 96 dari tahun lalu skor 37 dengan ranking 102."Beberapa negara yang memiliki skor 38 dan ranking 96 adalah Indonesia, Argentina, Brasil, Turki, Serbia, dan Lesotho," jelas Wawan Suyatmiko dalam konferensi pers daring, Selasa (25/1/2022).
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia masih di bawah sejumlah negara ASEAN yaitu Singpura, Malaysia, Timor Leste, dan Vietnam. Namun, Indonesia masih lebih baik dibandingkan Thailand, Filipina, Laos, Myanmar, dan Kamboja.
Adapun negara yang menempati urutan pertama dengan skor 88 yaitu Denmark, Finlandia, dan New Zealand. Sedangkan tiga negara yang menempati rangking terbawah yaitu Sudan Selatan, Syria, dan Somalia. "Negara dengan tingkat korupsi yang tinggi atau Indeks Persepsi Korupsi rendah, cenderung melakukan pelanggaran kebebasan sipil. Termasuk sepanjang masa pandemi ini," tambah Wawan.Selain itu, TII mengungkapkan negara-negara yang sangat korup dinilai bertanggung jawab atas hampir semua pembela HAM yang terbunuh dan
mendapatkan kekerasan. Di samping itu, menurut Wawan, korupsi dalam penegakan hukum dan peradilan, serta impunitas untuk kejahatan berat, berkontribusi pada situasi pemberantasan korupsi yang berbahaya. Atas hasil survei ini, Transparency International memberikan rekomendasi kepada negara-negara yang disurvei. Antara lain yaitu jaminan terhadap HAM dan kebebasan sipil yang dibatasi tidak proporsional saat pandemi dan memperbaiki kelemahan sistem yang memungkinkan korupsi lintas negara. Staf Khusus Menko Polhukam, Budi Kuncoro mengpresiasi Transparency International yang konsisten meluncurkan Indeks Persepsi Korupsi (CPI). Menurutnya, temuan ini dapat menjadi masukan pemerintah dalam upaya pencegahan dan penanganan korupsi di Indonesia. Menurutnya, pemerintah terus mengembangkan sistem antikorupsi dalam pelayanan publik dan mengembangkan whistleblower system untuk mendeteksi korupsi dan melakukan penindakan."Kerja-kerja kolaboratif antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil dalam upaya-upaya pencegahan korupsi terus dikembangkan secara intensif," jelas Budi Kuncoro.
Budi menambahkan pemerintah juga terus berupaya menuntaskan kasus korupsi dengan kerugian besar seperti Jiwasraya dan Asabri, serta kasus suap yang melibatkan menteri dan kepala daerah. Ia menghimbau masyarakat untuk terlibat aktif dalam proses pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan melaporkan kepada aparat penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan dan Polri. [sm/em]